Waspada, Subvarian Baru Omicron Mampu Hindari Kekebalan Imun
Namun, subvarian ini tidak menyebabkan gejala parah.
Jakarta, FORTUNE – Subvarian baru Omicron Covid-19 yang sudah terdeteksi di Indonesia, yakni BA.4 dan BA.5 perlu diwaspadai. Pasalnya, virus varian baru ini disebut memiliki kemampuan menghindar dari kekebalan imunitas yang sudah terbentuk saat seseorang pernah terinfeksi Covid-19 maupun yang didapat lewat vaksinasi.
Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, mengatakan bahwa organisasi kesehatan dunia (WHO) sudah resmi menyatakan subvarian ini sebagai Variant of Concern. “Mengingat penularan yang cukup masif dan menyebabkan lonjakan kasus di negara lain,” ujarnya dalam Konferensi Pers perkembangan penanganan Covid-19 secara daring, Selasa (14/6).
Selain itu, studi awal di Eropa menyatakan bahwa varian-varian baru ini mengalami perubahan karakteristik daripada varian sebelumnya. “Walau begitu, tidak ditemukan adanya indikasi bahwa varian (baru) ini menyebabkan gejala yang lebih parah (dari varian sebelumnya),” ucapnya.
Vaksinasi masih cukup efektif tingkatkan perlindungan
Berdasarkan European Center for Disease and Control, peluang penularan varian ini lebih rendah pada seseorang yang sudah divaksin, dibandingkan mereka yang sudah pernah terinfeksi namun belum divaksin.
“Saat ini, ahli-ahli masih sepakat bahwa vaksinasi masih cukup efektif meningkatkan perlindungan dari beberapa varian baru yang ada,” kata Wiku.
Belajar dari penanganan kasus di waktu-waktu sebelumnya, Wiku mengingatkan bahwa vaksinasi dapat mempercepat terbentuknya kekebalan komunitas. “Di masa transisi (menuju endemi) ini, pemerintah berharap, imbauan seperti protokol kesehatan, termasuk perilaku hidup bersih dan sehat, serta vaksinasi, dapat dilakukan dengan penuh kesadaran oleh masing-masing individu,” ucapnya.
Upaya antisipasi yang dilakukan pemerintah
Wiku mengatakan, untuk mengantisipasi penyebaran subvarian BA.4 dan BA.5, pemerintah akan terus meningkatkan upaya Whole Genome Sequencing, melakukan studi epidemiologi sebaran varian, dan memastikan efektivitas alat testing–khususnya di pintu masuk wilayah Republik Indonesia.
“Kita tentunya berharap tidak terjadi kenaikan kasus yang signifikan, walaupun ditemukannya varian baru. Pada prinsipnya, kasus yang terjaring akan melalui prosedur isolasi sampai dinyatakan negatif atau sembuh,” ujar Wiku menjelaskan.
Lebih lanjut, Wiku mengatakan bahwa pemerintah akan semakin menggencarkan surveillance epidemiology untuk memantau perkembangan varian baru, sekaligus melakukan analisis varian baru dari berbagai negara. “Untuk ke depannya (supaya) bisa mengambil langkah kebijakan yang tepat,” katanya.
Tren kasus naik, kedisiplinan prokes turun
Dalam beberapa minggu terakhir, terjadi kenaikan kasus mingguan. Dari sekitar 1.800 kasus di akhir Mei lalu, menjadi 3.600 kasus pada minggu kedua Juni. Kasus aktif pun mengalami peningkatan, dari sekitar 2.900 pada akhir Mei, menjadi 4.900 kasus per 13 Juni 2022. “Apabila tidak dimitigasi dengan baik, kasus dapat terus mengalami kenaikan,” tuturnya.
Menurut Wiku, tren kenaikan kasus positif dan aktif ini belum dapat dipastikan penyebabnya. Namun, beberapa potensi penyebabnya dapat diidentifikasi, seperti mobilitas penduduk yang terus mengalami kenaikan, sehingga interaksi antar-masyarakat pun ikut meningkat.
“(Berikutnya) Kedisiplinan protokol kesehatan mulai longgar di tengah masyarakat, seiring dengan melandainya kasus. Dapat kita lihat di tempat-tempat umum dan di lingkungan pemukiman, penggunaan masker sudah mulai longgar dan tidak sedisiplin saat kasus mengalami peningkatan,” ungkap Wiku.