Wisman Tetap Bisa Manfaatkan e-VOA, Meski BVK Dihentikan Sementara
Dampak penghentian BVK, wisman ke pariwisata belum terlihat.
Jakarta, FORTUNE – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menekankan bahwa wisatawan mancanegara (wisman) selain negara-negara ASEAN tetap bisa memanfaatkan e-VOA (electronic visa on arrival) untuk berkunjung ke Indonesia.
Deputi Bidang Kebijakan Strategis Kemenparekraf, Nia Niscaya, mengatakan kebijakan e-VOA ini adalah salah satu alternatif yang diberikan pihak imigrasi menyusul dihentikannya pemberian bebas visa kunjungan (BVK) untuk sementara bagi 159 negara.
“Jenis ini bisa dibayarkan, didaftarkan, sebelum wisman berangkat. Dulu kan susah,” ujar Nia dalam keterangan yang dikutip Selasa (27/6). “Jadi, bisa bayar pakai mastercard atau JCB. Ini adalah progres yang harus kami apresiasi.”
Kebijakan e-VOA dan VOA bagi 92 negara diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI-0133.GR.01.01 Tahun 2023. Menurut Nia, alternatif ini adalah sebuah terobosan dan diharapkan dapat berdampak positif bagi sektor pariwisata Indonesia.
“Pada saat ini masih terlalu prematur untuk melihat dampak dari diberhentikannya BVK, tapi nanti kita lihat lagi di Juli dan Agustus,” katanya.
Pencapaian hingga April 2023
Nia juga mengatakan bahwa saat ini data yang menjadi acuan adalah hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada Januari–April 2023. Data ini menunjukkan bahwa wisman yang berkunjung ke Indonesia mencapai 3,2 juta orang pada periode tersebut.
“Kalau dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya, ada kenaikan sebesar 394 persen,” katanya.
Sementara bila melihat acuan target kunjungan wisman pada 2023 yang mencapai batas atas 8,5 juta orang, maka pencapaian ini telah memenuhi 37 persen. Sedangkan, bila mengacu pada target bawah pada 6 juta kunjungan, maka pencapaian Januari–April 2023 telah tercapai 52 persen.
Tiga indikator
Nia mengatakan pencabutan BVK bersifat sementara, dan saat ini masih berada dalam proses pengkajian. Kemenparekraf akan mempelajarinya lagi bersama pihak lain, seperti Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM.
Meski begitu, kata Nia, bila nanti diberlakukan lagi, Kemenparekraf berharap setidaknya ada tiga indikator yang harus dipenuhi, “yaitu, resiprokal atau timbal balik, memberikan manfaat bagi perekonomian Indonesia seperti devisa, dan mementingkan aspek keamanan,” ujarnya.