Bidik Pionir Ekosistem Baterai Kendaraan Listrik, ESDM Ungkap Strategi

- Indonesia berpotensi menjadi pelopor ekosistem baterai kendaraan listrik dari hulu hingga hilir.
- Rencana pembangunan PLTS 100 gigawatt akan menjadi pasar besar bagi industri baterai dalam negeri.
- Ambisi ini sejalan dengan program pemerintah menuju Net Zero Emission (NZE) 2060 dan percepatan pembangunan industri mobil listrik.
Jakarta, FORTUNE - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyebut Indonesia berpotensi menjadi pelopor dalam pembangunan ekosistem baterai kendaraan listrik terintegrasi dari hulu hingga hilir. Ini diperkuat oleh rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berkapasitas 100 gigawatt. Menurut Bahlil proyek tersebut bakal menjadi pasar besar bagi industri baterai dalam negeri.
Ia menjelaskan, terdapat investasi senilai sekitar US$8 miliar melibatkan kerja sama sejumlah pihak, termasuk pelaku industri dalam negeri. Ini diperkirakan akan mendorong terwujudnya ekosistem tersebut pada akhir 2027.
"Huayou sebentar lagi akan jalan dengan Antam dan IBC. Total investasi sekitar US$8 miliar. Kalau ini semua jadi, kami targetkan 2027 akhir, ini semua sudah jadi. Maka Indonesia akan menjadi salah satu negara pertama yang membangun ekosistem baterai mobil yang terintegrasi dari hulu sampai hilir," ujar Bahlil dalam keterangan resmi, dikutip (6/8).
Ambisi ini dinilai sejalan dengan program pemerintah dalam menuju Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060, serta hilirisasi dan percepatan pembangunan industri mobil listrik. Ia menambahkan pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) dalam sistem kelistrikan juga menjadi prioritas yang akan membuka peluang bagi industri baterai dalam negeri.
"Kami meminta baterai-baterai untuk listrik ini semua harus memakai produk Indonesia. Ini market besar. Dan ini akan mendorong untuk bagaimana ketersediaan listrik bagi Koperasi Merah Putih. Karena kita akan pakai track listrik. Kita akan pakai motor listrik. Dan ini sekaligus untuk mendorong transisi energi dan kedaulatan energi," kata Bahlil.
Ia memandang, apabila ekosistem baterai untuk kendaraan listrik ini terbentuk, maka Indonesia dapat menjadi lokasi investasi yang efisien, karena bahan baku hingga ekosistemnya sudah tersedia.
"Tidak ada alasan untuk tidak melakukan investasi yang efisien di negara Indonesia. Marketnya ada, bahan bakunya ada, ekosistemnya sudah ada, energi baru terbarukannya sudah ada," tutur Bahlil.
Sementara terkait program hilirisasi, Bahlil, menyampaikan langkah itu akan menjadi pemantik pertumbuhan ekonomi yang telah ditargetkan sebesar 8 persen di 2029 mendatang. Sebab hilirisasi diyakini akan mendorong penciptaan lapangan pekerjaan, lalu menuju pemerataan kawasan ekonomi, ujungnya meningkatkan pendapatan negara.