Agenda Prioritas dalam Presidensi G-20 di Indonesia
“Recover Together, Recover Stronger” jadi tema utama.
Jakarta, FORTUNE-Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa Indonesia akan resmi menjabat sebagai Presidensi G-20 pada 1 Desember 2021.
“Presidensi G-20 dimulai sejak 1 Desember 2021 sampai 30 November 2022 dengan tema utama adalah “Recover Together, Recover Stronger” yang artinya pulih bersama dan tangguh bersama,” kata Airlangga dikutip dari ANTARA News pada Rabu (15/9).
Serah terima Presidensi G20 dari Italia ke Indonesia akan dilakukan pada KTT G20 di Roma, Italia, pada 30-31 Oktober.
Untuk mendukung Presidensi Indonesia, lanjut Airlangga, Indonesia telah menyiapkan 5 pilar prioritas, yakni peningkatan produktivitas untuk pemulihan, peningkatan ekonomi dunia yang tangguh pascapandemi, jaminan pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan.
“Lalu menciptakan lingkungan kondusif dan kemitraan dengan pemangku kepentingan serta kepemimpinan kolektif global untuk memperkuat solidaritas,” ujar Airlangga.
Agenda Presidensi G-20 disiapkan
Airlangga juga mengatakan beberapa rangkaian kegiatan telah dipersiapkan, yakni 150 pertemuan dengan beberapa acara sepanjang tahun sejak 1 Desember 2021 sampai 30 November 2022. Pertemuan tersebut berbentuk kelompok kerja yang akan dihadiri oleh deputi, menteri, hingga kepala negara dan pemerintahan.
“Jumlah delegasi pertemuan sekitar 500-5800 orang per-acarasepanjang tahun dan sesuai dengan arahan Bapak Presiden pertemuan akan dilakukan secara hybrid dengan mempertimbangkan kondisi pengendalian Covid-19 dan juga dilakukan secara fisik sesuai dengan parameter-parameter yang ada,” katanya.
Lebih lanjut, dia memastikan pertemuan sekunder di bawah Presidensi Indonesia akan mengikuti parameter kesehatan, menerapkan protokol kesehatan, dan melakukan penilaian terhadap pandemi sesuai dengan standar WHO.
“Dan terkait dengan persyaratan vaksinasi tentu ditentukan dan dilaksanakan di berbagai daerah yang ketersediaan rumah sakitnya klasifikasinya A,” ujarnya.
Presidensi G-20 Indonesia tambah konsumsi domestik Rp1,7 triliun
Airlangga mengatakan Presidensi G-20 Indonesia diprediksi akan meningkatkan konsumsi domestik dan menambah PDB.
“Konsumsi domestik diperkirakan bisa mencapai Rp1,7 Triliun, penambahan PDB hingga Rp7,47 triliun dan kelipatan tenaga kerja sekitar 33 ribu di berbagai sektor,” ujarnya.
Prediksi tersebut, lanjutnya, diharapkan secara keseluruhan akan naik hingga 1,5-2 kali lipat dari pertemuan IMF World Bank pada 2018. Hal tersebut dikarenakan di bawah Presidensi Indonesia terdapat 150 pertemuan yang berlangsung selama 1 tahun atau selama 12 bulan.
“Ini juga menjadi momentum menampilkan keberhasilan reformasi struktural yang antara lain dengan Undang-Undang Cipta Kerja dan tentunya akan mendorong confidence dari investor global untuk percepatan pemulihan ekonomi dan mendorong kemitraan global yang saling menguntungkan," katanya.
Selain berdampak kepada perekonomian Indonesia, Presidensi G-20 membawa dampak pada pembangunan sosial. Perhelatan tersebut menjadi peluang Indonesia untuk mendorong topik terkait produksi dan distribusi vaksin.
Saat menghadiri pertemuan Menteri Kesehatan negara G20 pada 5-6 September di Roma, Italia, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan kesiapan Indonesia untuk menjadi pusat produksi vaksin regional dalam memenuhi kebutuhan vaksin global.
”Indonesia juga akan melanjutkan kerja keras yang telah dibangun oleh presidensi sebelumnya, Italia dan Saudi Arabia, untuk memastikan dunia yang lebih aman, tangguh dan sehat bagi generasi berikutnya,” kata Budi dalam keterangan pers, Selasa (14/9).
Lima agenda BI dalam Presidensi G-20
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menjelaskan lima agenda prioritas terkait kerja sama kebanksentralan di Presidensi G-20 Indonesia. Perry menyampaikan koordinasi mengenai kebijakan moneter dan sektor keuangan untuk mendorong ekonomi bersama diperlukan agar pemulihan ekonomi global bisa lebih seimbang atau tidak menimbulkan dampak rambatan terhadap negara-negara berkembang.
“Koordinasi perlu direncanakan, diperhitungkan, dan dikomunikasikan secara baik. Sehingga bisa pulih bersama untuk mendukung pemulihan ekonomi dan mengurangi atau menghilangkan dampak yang tidak diinginkan kepada pada negara berkembang,” kata Perry Warjiyo saat Konferensi Pers G-20 secara daring, Selasa (14/9).
Koordinasi kebijakan moneter dan sektor keuangan menjadi agenda prioritas Bank Sentral. Perry menjelaskan, ekonomi global sudah mulai membaik, bahkan negara-negara maju sudah pulih dan mulai berencana mengubah kebijakan serta mengurangi stimulus fiskal, moneter, dan sektor keuangan. Namun, negara-negara berkembang masih membutuhkan kebijakan fiskal, moneter, hingga sektor keuangan.
Agenda kedua adalah koordinasi kebijakan moneter dan sektor keuangan untuk mendorong pertumbuhan yang lebih kuat. Koordinasi tersebut diperlukan karena untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat diperlukan dukungan dari transformasi di sektor riil dan sektor keuangan.
Agenda ketiga adalah kerja sama di bidang sistem pembayaran di era digital. Perry menjelaskan kerja sama kebanksentralan dalam agenda ini terbagi menjadi dua. Pertama kerja sama mengenai digitalisasi sistem pembayaran antarnegara yang akan didorong melalui pembayaran lintas batas.
Dengan demikian, sistem pembayaran bisa mengatasi berbagai permasalahan yang berakibat pada penurunan biaya, mempercepat dan memperluas akses, hingga menghadirkan praktik pasar yang lebih baik. Kedua, kerja sama di bank sentral mencakup juga inisiasi untuk bank-bank sentral mengeluarkan central bank digital currency (CBDC).
“Ada tiga hal yang akan dibahas, yakni bagaimana CBDC menjadi alat pembayaran yang sah dari suatu negara, bagaimana CBDC tetap mendukung tugas bank-bank sentral di moneter, keuangan, pembayaran dan melayani ekonomi, serta bagaimana CBDC mendukung inklusi dan ekonomi dan keuangan,” katanya.
Agenda keempat adalah inisiatif-inisiatif bidang moneter dan sistem keuangan untuk mendukung pembiayaan berkelanjutan yang merumuskan cara agar bank sentral bisa mendukung ekonomi dan sektor riil menjadi lebih hijau dan didukung sektor keuangan. Termasuk juga inisiatif memperluas dan menerbitkan instrumen yang bisa mendukung ekonomi hijau.
Agenda kelima adalah kerja sama di bidang inklusi ekonomi dan keuangan termasuk pembiayaan UMKM secara digital. Perry menyebut, dari sisi bank sentral, dukungan yang akan diberikan melalui sistem pembayaran digital, yakni QRIS.
Agenda prioritas jalur keuangan dalam Presidensi G-20
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap tujuh agenda prioritas jalur keuangan yang berfokus pada penanganan isu-isu global dan akan dibahas dalam Presidensi G-20 Indonesia.
Agenda pertama adalah koordinasi kebijakan global dalam memulihkan ekonomi termasuk terkait pengurangan intervensi kebijakan makro yang luar biasa dan tidak berkelanjutan secara bertahap dan terkoordinasi oleh negara anggota G20.
Menurutnya, exit policy ini akan membuat pertumbuhan ekonomi di masing-masing negara maupun global menjadi lebih berkelanjutan. “Ini bukan masalah mudah karena setiap negara memiliki kondisi yang berbeda-beda,” ujarnya dikutip ANTARA News, Rabu (15/9).
Agenda kedua berkenaan dengan dampak pandemi COVID-19 di bidang kesehatan maupun perekonomian seperti adanya gangguan pada pasokan dan korporasi yang mengalami kesulitan neraca. “Pembahasan produktivitas dan memulihkan ekonomi kembali serta bagaimana kebijakan didesain akan jadi bahan kedua di jalur keuangan,” katanya.
Ketiga adalah central bank digital currency (CDBC), yaitu penyusunan prinsip umum pengembangan CBDC yang meliputi lima bidang utama, yaitu implikasi terhadap fungsi bank sentral dan implikasi terhadap transmisi kebijakan moneter.
Dibahas pula implikasi terhadap stabilitas sistem keuangan, kebutuhan desain dan teknologi, serta aspek lintas batas. Prinsip-prinsip ini dipersiapkan untuk memberikan pedoman dalam pengembangan CBDC termasuk operasionalisasi dalam mendukung transaksi lintas batas.
Keempat adalah keuangan berkelanjutan, yaitu peran sektor keuangan dalam mendukung agenda-agenda penting di level global seperti perubahan iklim dan fasilitas keuangan hijau yang bertujuan untuk menciptakan transformasi ekonomi hijau dan berkelanjutan.
“Juga akan dibahas mengenai bagaimana aturan infrastruktur digital dalam rangka untuk meningkatkan leverage dan mobilisasi investasi sektor swasta,” katanya.
Kelima adalah pembayaran lintas batas, yaitu diskusi tentang manfaat optimalisasi digitalisasi dalam meningkatkan produktivitas serta mengatasi potensi risiko dan tantangan yang ditimbulkannya. Agenda ini juga terkait peningkatan sistem pembayaran khususnya kemajuan pembayaran lintas batas untuk mendorong pembayaran yang cepat, murah, dan transparan.
Keenam adalah inklusi keuangan yang meliputi digital dan UMKM, yakni fokus pada pemanfaatan perbankan terbuka untuk mendorong produktivitas serta mendukung inklusi ekonomi dan keuangan termasuk aspek lintas batas.
Agenda terakhir adalah mengenai kemajuan dan pelaksanaan dari persetujuan dan perkembangan prinsip perpajakan global termasuk insentif pajak. Termasuk pula digitalisasi perpajakan, praktik penghindaran pajak terutama berkaitan dengan base erosion and profit shifting (BEPS), transparansi pajak dan kepastian pajak.
“Memang ini merupakan salah satu menu prioritas yang penting bagi Indonesia yang sekarang sedang melakukan reformasi perpajakan,” katanya.