Ini Negara Pertama di Dunia yang Larang Impor Mobil Bensin
Konversi ke kendaraan listrik justru melambat.
Jakarta, FORTUNE - Negara-negara di seluruh dunia semakin gencar mengalihkan fokusnya ke kendaraan listrik sebagai bagian dari upaya besar-besaran untuk mengurangi emisi karbon dan ketergantungan pada bahan bakar fosil. Hal serupa juga dilakukan oleh Ethiopia, tapi justru menemui banyak kendala.
Ethiopia menjadi negara pertama di dunia yang melarang impor kendaraan pribadi non-listrik alias bertenaga bensin sejak Januari. Negara ini ingin mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan beralih ke kendaraan listrik (EV). Selain itu, kebijakan ini bertujuan menekan penggunaan devisa negara untuk subsidi bahan bakar dan mendukung upaya global mengurangi emisi karbon. Demikian dilaporkan Fortune.com.
Awgachew Seleshi, seorang pegawai negeri di Addis Ababa, awalnya mengikuti anjuran pemerintah dengan membeli mobil listrik. Namun, ia mengeluhkan banyaknya tantangan yang dihadapi, seperti pasokan listrik yang tidak stabil serta kelangkaan suku cadang.
“Mengisi daya mobil saya merupakan tantangan,” ujarnya.
Dia juga mengatakan, suku cadang yang diimpor dari Cina mahal, hanya sedikit mekanik yang bisa memperbaikinya, dan nilai jual kembalinya rendah. Tantangan ini dialami oleh banyak warga Ethiopia, terutama di kota-kota besar seperti Addis Ababa yang berpenduduk lebih dari 5 juta jiwa.
Minim infrastruktur dan terbatasnya bengkel
Kendala dalam transisi ke kendaraan listrik bukan hanya minimnya infrastruktur, tapi juga terbatasnya bengkel yang mampu menangani perawatan EV. Yonas Tadelle, seorang mekanik, mengungkapkan,
“Di Ethiopia, hanya ada dua atau tiga bengkel yang bisa memperbaiki kendaraan energi baru dan banyak konsumen tidak paham cara merawat kendaraan semacam ini," katanya.
Sebagai bagian dari transisi ini, Ethiopia berencana meningkatkan impor EV hingga 500.000 unit per bulan pada tahun 2030. Untuk mendukung kapasitas listrik yang diperlukan, Bendungan Grand Renaissance di Sungai Nil diproyeksikan mampu menghasilkan lebih dari 5.000 megawatt listrik dalam satu tahun. Perdana Menteri Abiy Ahmed menyatakan keyakinannya bahwa proyek ini akan membantu memenuhi kebutuhan energi untuk kendaraan listrik.
Meski pemerintah optimis, beberapa warga tetap ragu. Banyak EV kini menumpuk di bengkel menunggu suku cadang yang mahal dari Cina. “Hanya sedikit orang yang mau mengambil risiko membeli mobil listrik karena kurangnya infrastruktur, kelangkaan mekanik khusus, dan banyaknya merek Cinadengan kualitas yang diragukan,” kata Samson Berhane, seorang ekonom di Addis Ababa.
Situasi ini membuat sejumlah warga kembali beralih ke kendaraan berbahan bakar fosil. Yared Alemayehu, seorang pengusaha, sempat membeli mobil listrik buatan Cina untuk taksi, tetapi akhirnya menjualnya dan membeli Toyota Corolla keluaran 2007. “Selain harus mengisi daya, mobil listrik lama saya sering rusak. Biaya bengkel mahal dan antrian sangat panjang,” katanya.
Kendati demikian, Menteri Transportasi Ethiopia, Bareo Hassen Bareo, optimistis negara ini dapat menjadi model ekonomi hijau dengan fokus pada kendaraan listrik. Pemerintah akan berinvestasi dalam stasiun pengisian daya dan pabrik baterai EV lokal untuk mengurangi ketergantungan pada impor.