Subsidi KRL Jabodetabek Pakai NIK di 2025, Tarif Bakal Naik?
Masih dalam tahap wacana dan kajian.
Jakarta, FORTUNE - Mulai 2025, skema subsidi KRL Jabodetabek akan diubah menjadi berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK). Langkah ini diambil oleh pemerintah untuk memastikan bahwa subsidi transportasi dapat lebih tepat sasaran. Dengan kebijakan ini, subsidi KRL hanya akan dinikmati oleh individu yang memenuhi kriteria berdasarkan profil masyarakat yang diidentifikasi melalui NIK. Masyarakat yang dianggap mampu tidak akan lagi menerima harga tiket KRL yang disubsidi.
Wacana mengenai pengenaan subsidi KRL yang berbasis NIK ini menjadi topik hangat di media sosial, bermula setelah muncul pemberitaan yang mengutip data dari Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025 yang diserahkan oleh pemerintah ke DPR untuk dibahas bersama.
Dokumen tersebut menetapkan anggaran subsidi PSO untuk PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebesar Rp4,79 triliun. Anggaran ini dialokasikan untuk mendukung peningkatan kualitas dan inovasi layanan kelas ekonomi pada angkutan kereta api, termasuk KRL Jabodetabek.
"Penerapan tiket elektronik berbasis NIK kepada pengguna transportasi KRL Jabodetabek," demikian tercantum dalam Buku Nota II, dikutip Jumat (30/8).
Selain itu, ada perbaikan lain yang dilakukan untuk moda transportasi kereta api lainnya, yakni pelaksanaan penilaian kepuasan pelanggan dengan mekanisme survei indeks kepuasan masyarakat (IKM) pada KA penugasan PSO, mekanisme pengurangan pemberian subsidi pada KA penugasan PSO melalui skema perhitungan pendapatan non tiket (non core), dan melakukan pelaksanaan verifikasi berbasis biaya pada penyelenggaraan KA PSO.
Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, menyatakan bahwa rencana pemberian subsidi berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk tiket KRL Commuter Line Jabodetabek pada tahun 2025 masih dalam tahap wacana.
"Itu belum, masih wacana," ujar Budi Karya, melansir ANTARA pada Jumat (30/8).
Budi menjelaskan bahwa saat ini sedang dilakukan studi untuk memastikan bahwa subsidi angkutan umum diberikan kepada mereka yang benar-benar layak menerimanya. Namun, menurutnya, semua opsi yang ada saat ini masih berupa wacana dan belum ada keputusan akhir.
"Kami sedang mempelajari bagaimana caranya agar subsidi angkutan umum benar-benar dinikmati oleh mereka yang berhak, dan jika nantinya menggunakan NIK, itu masih dalam tahap wacana dan studi," ucapnya.
Dampak pada tarif
Jika kebijakan ini diterapkan, apakah tarif KRL Jabodetabek akan mengalami penyesuaian? Juru Bicara Kemenhub, Adita Irawati, menyatakan bahwa soal tarif masih dalam tahap evaluasi dan diskusi. Ia menambahkan bahwa proses implementasi kebijakan ini masih memerlukan waktu yang cukup lama, karena perlu melalui studi, pembahasan lintas sektor, serta konsultasi publik.
Selain itu, Kemenhub belum memutuskan apakah akan menggunakan data NIK dari Kementerian Sosial (Kemensos) atau Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
"Jelas basisnya NIK, nah NIK-nya ini nanti akan diambil dari sisi apanya, itu yang sebenarnya sedang kita bahas. (Menggunakan data Kemensos atau Dukcapil) itu juga salah satu masalahnya, kita akan menggunakan data yang mana," ujarnya di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (29/8).
Saat ini, tarif KRL ditetapkan secara progresif. Struktur tarif mencakup dua komponen, yaitu tarif dasar untuk 25 kilometer (km) pertama dan tarif lanjutan progresif untuk setiap tambahan 10 kilometer. Tarif yang berlaku saat ini sudah mendapatkan subsidi.
Untuk tarif dasar, perjalanan hingga 25 km pertama dikenakan biaya Rp 3.000. Jika penumpang menggunakan layanan KRL untuk jarak lebih dari 25 km, maka akan dikenakan tarif lanjutan progresif sebesar Rp 1.000 per tambahan 10 km.