NEWS

Apindo: Pemerintah Harus Intervensi Agar Pariwisata Tak Bangkrut

Pariwisata jadi sektor yang paling tertekan karena pandemi.

Apindo: Pemerintah Harus Intervensi Agar Pariwisata Tak BangkrutIlustrasi Pariwisata Syariah. (Dok. Kemenparekraf)
09 December 2021

Jakarta, FORTUNE – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengungkapkan sektor pariwisata mengalami tekanan cukup besar saat pandemi COVID-19. Secara fundamental, pelaku usaha harus intervensi untuk bisa membantu sektor pariwisata terkait permasalahan kewajiban pembayaran ke perbankan atau jasa keuangan lainnya.

“Karena satu tahun setengah lebih cash flow pariwisata parah sekali. Karena kalau tidak dijembatani dikhawatirkan pelaku usaha di sektor ini akan mengalami bangkrut,” kata Ketua Umum Apindo, Hariyadi Sukamdani, saat konferensi pers secara daring, Kamis (9/12).

Bentuk intervensi yang bisa dilakukan pemerintah, kata Hariyadi, adalah dalam bentuk suntikan modal, atau penyaluran pembiayaan lunak dari perbankan. Hal ini diharapkan dapat membantu arus kas pelaku usaha yang terkoreksi sangat dalam agar tak terjadi gagal bayar.

Langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang kembali memperpanjang masa pelonggaran restrukturisasi kredit dari 31 Maret 2022 menjadi 31 Maret 2023, disambut baik para pelaku usaha. Namun, saat ini masih banyak sektor industri yang masih mengalami tekanan bisnis dan belum bisa memulihkan arus kas sepanjang 2021.

“Tapi kembali lagi, untuk sektor-sektor tertentu kemungkinan tak cukup sampai 2023. Dalam usulan Apindo tempo hari diharapkan perpanjangan sampai 2025,” kata Hariyadi.

Apindo mengharapkan pelonggaran restrukturisasi tersebut 3 tahun sekaligus sampai dengan 2025. Diharapkan kebijakan OJK tersebut dapat ditinjau secara periodik untuk mempertimbangkan perlu tidaknya perpanjangan kembali. “Usulan kami masih relevan kami kiranya untuk sektor-sektor tertentu seperti pariwisata dan transportasi bisa diperpanjang lagi,” katanya.

Apindo minta pemerintah revisi aturan kepailitan

Apindo juga saat menanti langkah pemerintah melakukan moratorium kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diatur dalam Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Selama pandemi COVID-19, ada 1.298 perusahaan sudah dinyatakan pailit dan mengajukan PKPU, tepatnya sejak 2020 hingga Agustus 2021.

Sementara Apindo belum menerima perkembangan dari pemerintah terkait moratorium. "Nah ini juga menjadi satu yang sangat penting karena sampai hari ini kita belum mendapatkan update terakhir posisinya bagaimana, karena yang kami ketahui terakhir draft Perppu ini sudah dibahas di Kementerian (Koordinator) Perekonomian,” kata Hariyadi.

Pihaknya mendorong pemerintah untuk segera melakukan revisi aturan kepailitan dan PKPU. Menurutnya Undang-undang yang berlaku saat ini mengandung banyak kelemahan. 

Apindo mencermati pengajuan kepailitan dan PKPU yang dilakukan sudah tidak dalam kondisi untuk menyehatkan perusahaan, tetapi justru untuk berujung pada kepailitan. Sebagai contoh, banyak kreditor khususnya kreditor konkuren atau mitra kerja yang menginginkan terjadinya pembayaran segera dari debitur dengan cara mengajukan permohonan kepailitan dan PKPU.

Caranya dengan mengajukan permohonan kepailitan dan PKPU dengan memanfaatkan celah hukum dan kelemahan dalam Undang-undang 37 tahun 2004 yang mengarah pada moral hazard. “Sehingga kalau ini tidak direvisi dalam rangka pemulihan ekonomi kita akan mengalami hambatan, karena diperkarakan berdasarkan UU kapailitan dan PKPU,” ujarnya.
 

Related Topics

    © 2024 Fortune Media IP Limited. All rights reserved. Reproduction in whole or part without written permission is prohibited.