APINDO Usul Aturan Kepailitan Direvisi, Ini Alasannya
Selama pandemi Covid-19 banyak perusahaan mengalami tekanan.
Jakarta, FORTUNE - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mendorong pemerintah melakukan moratorium penerbitan Perturan pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perpu tentang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan kepailitan. Pasalnya, pengajuan PKPU kini sudah tidak lagi bermaksud menyehatkan perusahaan, namun menyebabkan korporasi pailit.
“Padahal maksud dan tujuan dari PKPU ini untuk memberikan hak kepada debitur yang mengalami kesulitan untuk dapat meminta penundaan pembayaran utang di dalam rangka penyehatan perusahaan,” kata Ketua Apindo Hariyadi Sukamdani saat konferensi pers, Selasa (7/9).
Hariyadi menjelaskan, selama pandemi Covid-19, banyak perusahaan mengalami tekanan keuangan atau cash flow. Di tengah kesulitan yang dialami, perusahaan kerap mendapatkan masalah tambahan karena diputus pailit akibat tidak bisa membayar utang.
Apindo dorong revisi UU No.37 Tahun 2004
Selain meminta adanya moratorium dalam penerbitan Perpu, Apindo mendesak pemerintah segera mengajukan Revisi Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Pihaknya melihat banyak klausul di dalamnya yang tidak relevan dengan kondisi saat ini.
Misalnya dalam mengukur kemampuan perusahaan beroperasi dan menentukan entitas tersebut insolven atau tidak, perlu dilakukan tes insolvensi. Sedangkan dalam kaitannya dengan PKPU, dia menyebut tidak ada tahap tes insolvensi itu.
Selain itu, Apindo melihat adanya azas yang tidak tepat dalam penempatan perjanjian kedua belah pihak. Semestinya, kata Haryadi, apabila salah satu pihak mengalami kesulitan, ada tahapan-tahapan dan tata-cara yang diatur, misalnya diproses di tingkat pengadilan negeri atau arbitrase.
Hariyadi mengatakan pihaknya telah menjalin komunikasi dengan pemerintah secara informal. “Kami sudah sampaikan ke Kementerian Hukum dan HAM,” ujarnya.
Ada 1.298 kasus PKPU dan kepailitan dalam setahun terakhir
Sejak tahun 2020 hingga Agustus 2021, Apindo mencatat sebanyak 1.298 kasus PKPU dan kepailitan. Dipailitkannya perusahaan disebut-sebut menyebabkan jumlah pengangguran meningkat dan upaya pemulihan ekonomi tersendat.
Menurut Hariyadi, merebaknya wabah menyebabkan hampir seluruh sektor usaha mengalami kesulitan dan kerugian dalam menjalankan bisnis. Kondisi itu menyebabkan arus kas menyulitkan untuk memenuhi kewajiban pembayaran utang.
Kaitan kepailitan terhadap makroekonomi
Tak hanya itu, Apindo juga melakukan kajian terkait dengan dampak kepailitan dan PKPU secara makroekonomi. Hariyadi menjelaskan, bahwa banyak perusahaan yang memiliki nilai tambah ekonomi apabila pailit akan menimbulkan kedaruratan nasional.
Dia pun memperkirakan, akan terjadi kepailitan masal, pemutusan hubungan kerja, dan menimbulkan pertambahan penggangguran. Oleh karena itu, dia meminta pemerintah untuk melakukan moratorium kepailitan dan PKPU.