Mendag Optimistis Bursa CPO Lokal Bakal Rilis Juni Ini
Bursa berjangka akan mempermudah pengusaha.
Jakarta, FORTUNE - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan optimistis kebijakan ekspor minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) melalui bursa berjangka dapat hadir Juni 2023 seperti yang telah ditargetkan.
Dia mengatakan ekspor CPO melalui bursa berjangka akan mempermudah pengusaha, meningkatkan efisiensi dan transparansi, serta meningkatkan perdagangan Indonesia.
"Ekspor CPO melalui bursa berjangka yang ditargetkan diluncurkan pada Juni 2023 ini diharapkan dapat menjadi pembentuk harga patokan CPO," ujar Zulkifli melalui keterangan tertulis, Selasa (6/6).
Saat ini ekspor CPO masih surplus meskipun tidak terlalu besar di tengah kondisi perekonomian global yang sedang melemah. Karena itu diperlukan inovasi seperti pengalihan perdagangan dari pasar tradisional ke nontradisional seperti Timur Tengah, Asia Selatan, dan Afrika.
Menurut Zulkifli, hal ini diperlukan karena banyaknya aturan-aturan yang mempersulit ekspor, seperti adanya kebijakan sertifikasi di Eropa dan Amerika.
"Selain pengalihan pasar dari tradisional ke nontradisional perlu juga memperkuat kebijakan ekspor Indonesia. Salah satunya melalui kebijakan ekspor CPO karena CPO merupakan salah satu penyumbang surplus neraca perdagangan," kata Zulkifli.
Jadi penghasil CPO terbesar
Sebagai negara penghasil CPO terbesar di dunia, sudah selayaknya Indonesia memiliki harga acuan sendiri, kata Zulkifli. Berdasarkan laporan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), produksi CPO Indonesia mencapai 46,73 juta ton pada 2022, turun 0,34 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 46,89 juta ton.
Namun, kondisi yang ada sekarang menunjukkan bahwa Indonesia belum berperan dalam memberikan harga acuan yang diakui di pasar dunia.
Harga acuan untuk komoditas CPO saat ini masih terpaku pada pasar fisik Rotterdam dan pasar berjangka di Kuala Lumpur (MDEX).
Diperlukan berbagai masukan agar ekspor CPO melalui bursa tidak merugikan pelaku usaha CPO. Proses bisnis yang ada sekarang tidak banyak berubah kecuali mewajibkan ekspor CPO melalui bursa berjangka.
"Kebijakan kewajiban pemenuhan DMO (domestic market obligation) masih berlaku, sehingga eksportir tetap wajib memiliki HE (harga eceran) terlebih dahulu. Diharapkan pelaku usaha dapat mendukung keberadaan pengaturan ekspor CPO melalui bursa berjangka ini," ujarnya.
Hanya CPO tertentu yang masuk bursa
Kepala Bappebti, Didid Noordiatmoko, mengungkapkan ekspor melalui bursa berjangka komoditas ini hanya akan mengatur CPO dengan HS 15111000 dan tidak termasuk produk turunannya. Pihak-pihak yang berhak melakukan ekspor wajib memiliki Hak Ekspor (HE).
“Kita ingin memastikan untuk ekspor CPO melalui bursa berjangka. Secara umum, Bappebti telah mengkoordinasikan kebijakan ekspor CPO melalui bursa berjangka dengan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri dan Badan Kebijakan Perdagangan,” kata Didid.
Nantinya akan ada tiga tahap kebijakan, katanya, yakni Peraturan Menteri Perdagangan tentang Ekspor CPO melalui Bursa Berjangka di Indonesia; peraturan Bappebti yang akan mengatur ketentuan teknis antara lain kelembagaan, mekanisme perdagangan, mekanisme pengawasan, dan mekanisme penyelesaian perselisihan, serta Peraturan Tata Tertib (PTT) ekspor CPO melalui Bursa Berjangka.
“Diharapkan masukan pelaku usaha sektor sawit agar kebijakan tersebut dapat terlaksana, terutama pada masa transisi. Kemendag akan memastikan ekspor CPO melalui bursa dapat berjalan secara efektif,” ujar Didid.
Masa transisi Peraturan Menteri Perdagangan terkait Ekspor CPO tersebut dicanangkan selama 60 hari untuk memberikan ruang bagi pelaku usaha agar menyesuaikan dengan kebijakan yang baru dan proses sosialisasi kebijakan, serta integrasi sistem di Kementerian Perdagangan, Indonesia National Single Window (INSW), dan bursa CPO.
Masa transisi ini diharapkan dapat meminimalisasi permasalahan yang mungkin terjadi dalam perdagangan ekspor CPO di Indonesia, serta memperlancar implementasi kebijakan.