Menlu: Kenaikan Harga Pangan dan Energi di Indonesia Lebih Rendah
Data ini dari pengamatan perwakilan Indonesia di 79 negara.
Jakarta, FORTUNE - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, kenaikan harga pangan dan energi di Indonesia relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan negara lain di dunia. Hal ini didasarkan atas perbandingan kenaikan harga yang telah dikumpulkan perwakilan Indonesia di 79 negara.
"Kalau ditilik dari harga komoditas seperti bensin, minyak goreng, beras, dan gula, harga di Indonesia masih termasuk rendah atau menengah," kata Menlu Retno saat Press Breafing secara virtual, Rabu (22/6).
Mulai dari harga bensin, rata-rata di 79 negara bahan bakar ini dihargai US$1,41 per liter. Sedangkan untuk Indonesia termasuk urutan ke-12, untuk harga bensin terendah yaitu US$0,84 per liter. Harga ini juga lebih rendah dari rata-rata harga bensin di ASEAN yang sebesar US$1,25 per liter.
Sementara itu, Retno mencatat untuk harga beras di Indonesia sebesar US$0,74 per kilogram. Hal ini juga diniliai lebih rendah dari rata-rata di 79 negara yang seharga US$1,75 per kilogram. Indonesia urutan ke-14 dari yang paling rendah. Harga di Indonesia juga lebih rendah dari rata-rata di ASEAN yakni US$0,93 per kilogram.
Untuk minyak goreng, harganya di Indonesia adalah US$1,62 per liter. Ini menjadi urutan ke-8 terendah dari harga rata-rata di 58 negara yang diteliti dengan harga US$2,63 per liter. Harga ini juga lebih rendah dari rata-rata di ASEAN yang sebesar US$1,93 per liter.
Begitu pun untuk gula. Retno mencatat, harga gula di Indonesia US$0,99 per kilogram lebih rendah dari rata-rata di 79 negara yang diteliti sebesar US$1,28 per kilogram.
"Semua data yang saya sampaikan adalah untuk menunjukkan bahwa semua negara terdampak, kenaikan harga terjadi di semua negara. Kita dari waktu ke waktu terus memantau kenaikan harga di negara-negara di mana kita memiliki perwakilan," kata Retno.
Retno menyebut bahwa kenaikan harga pangan dirasakan oleh negara di seluruh dunia terutama di negara berkembang dan berpenghasilan rendah.
Indeks pangan global meningkat
Berdasarkan catatan Food and Agriculture Organization (FAO), index pangan global meningkat hingga 16,08 persen pada Mei 2022 dibandingkan Januari 2022 sebelum perang Rusia-Ukraina terjadi.
Kenaikan ini dipicu oleh naiknya harga komoditas pangan dunia dibandingkan angka Januari 2022, seperti, daging 8,83 persen, produk susu >6,7 persen, sereal 18.28 persen, minyak nabati 23 persen, gula >6 persen. Sementara khusus produk gandum, terjadi lonjakan sekitar 23 persen.
Dari World Bank, Retno juga mencatat kenaikan harga pupuk yang meningkat hingga 30 persen sejak awal 2022.
Berdasarkan data beberapa harga pangan dan energi yang dikumpulkan perwakilan Indonesia di sekitar 79 negara, kenaikan harga hampir terjadi di seluruh negara.
Kenaikan harga pangan ini akan menjadi bahasan isu utama di KTT G7 di Elmau, Jerman akhir bulan ini. Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menjadi salah satu pembicara negara mitra G7 yang diundang dalam pertemuan.
Jokowi sudah ingatkan beberapa kali terkait krisis pangan
Jokowi sudah sering kali mewanti-wanti soal ancaman krisis pangan yang menghantui dunia dan Indonesia. Bahkan beberapa waktu lalu Jokowi menyebut ancaman kenaikan harga pangan akibat perang Rusia-Ukraina berisiko bagi Indonesia karena sudah merasakan dampaknya.
Jokowi memang memiliki perhatian serius terhadap adanya potensi krisis pangan. Hal ini tak lepas dari situasi global saat ini, termasuk adanya konflik antara Ukraina dan Rusia yang merembet ke berbagai negara.
Negara lain seperti Indonesia pun ikut terkena dampaknya, yang harga beberapa komoditasnya seperti gandum menjadi mahal. Namun, Indonesia juga turut serta menjadi penyebab krisis minyak goreng di negara lain karena penutupan kran ekspor minyak kelapa sawit (CPO) dan turunannya beberapa minggu lalu.