Pencairan Tukin Dosen yang Tertunda Lima Tahun Segera Terwujud
Mendiktisaintek telah ajukan usulan kepada Kemenkeu.
Fortune Recap
- Pembahasan intensif dengan Kementerian Keuangan ditujukan demi menganggarkan pembayaran tukin yang tertunda selama lima tahun.
- Kementerian Keuangan menyetujui prinsip dasar perhitungan yang diajukan, memberikan harapan besar bagi para dosen.
Jakarta, FORTUNE - Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Satryo Soemantri Brodjonegoro, memberikan kabar terbaru terkait kelanjutan pencairan tunjangan kinerja (Tukin) bagi dosen di Indonesia.
Dalam penjelasannya, Satryo menyatakan pembahasan dengan Kementerian Keuangan telah mencapai tahap intensif dan mendetail.
"Kami sudah bersurat ke Kementerian Keuangan untuk menganggarkan pembayaran tukin yang tertunda selama lima tahun ini," kata Satryo dalam acara Semangat Awal Tahun 2025 by IDN Times, yang diadakan di IDN HQ, Jakarta, Kamis (15/1).
Dia mengatakan pada prinsipnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menyetujui perhitungan yang diajukan oleh pihaknya. Namun, ia tidak mengungkapkan secara gamblang jumlah tukin dosen yang diajukan.
“Mudah-mudahan dalam waktu dekat Kementerian Keuangan bisa memberikan persetujuan,” katanya dengan nada optimistis.
Hal ini memberikan harapan besar bagi para dosen yang selama ini menunggu kepastian pencairan hak mereka.
Awal mula polemik tukin dosen
Satryo menjelaskan persoalan ini bermula dari perubahan postur pendapatan aparatur sipil negara (ASN) yang diatur melalui Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Perubahan ini memengaruhi skema tunjangan bagi berbagai profesi, termasuk dosen. Berbeda dari tenaga administrasi yang menerima gaji dan tukin berdasarkan penilaian kerja, dosen beroleh pendapatan dari gaji, tunjangan fungsional, dan tunjangan profesi.
Namun, tantangan muncul karena tidak semua dosen memiliki sertifikasi dosen (serdos) yang menjadi syarat untuk mendapatkan tunjangan profesi.
“Dosen yang sudah memiliki sertifikasi dosen mendapatkan gaji, tunjangan profesi, dan fungsional tanpa masalah. Tapi, yang belum memiliki sertifikasi, mereka tidak mendapatkan tunjangan ini," ujar Satryo.
Akibatnya, banyak dosen muda yang belum tersertifikasi merasa tidak diperlakukan adil karena tidak menerima tunjangan profesi maupun tukin sebagai gantinya.
“Mereka menuntut, tukin itu kok enggak dibayar? Ya, supaya adil, karena bukan kesalahan mereka belum punya serdos (sertifikasi dosen), dicobalah mengganti tunjangan profesi dengan tukin,” katanya.
Proses panjang dan dinamika kebijakan
Proses pengajuan tukin sebagai pengganti tunjangan profesi bagi dosen yang belum tersertifikasi tidak berjalan mulus. Perubahan kelembagaan yang terus terjadi, mulai dari Kementerian Pendidikan Tinggi hingga transformasi menjadi Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, mengakibatkan penundaan penyelesaian persoalan ini.
"Perubahan ini lama sekali, akhirnya enggak terurus," ujar Satryo.
Meski demikian, Satryo memastikan pemerintah kini berupaya keras untuk mencari solusi. Ia juga menegaskan pentingnya keadilan bagi dosen muda yang selama ini merasa haknya diabaikan.
Pada akhir penjelasannya, Satryo melontarkan optimismenya mengenai akan terealisasinya pencairan tukin dosen inii.
"Kami optimis ada solusi untuk teman-teman dosen yang memang perlu dibayar tukinnya," ujarnya.
Dengan sinyal positif dari Kementerian Keuangan, harapan akan penyelesaian masalah ini semakin terbuka lebar.