Pengusaha Gugat Aturan Larangan Barang Impor Murah di E-Commerce
APLE menyebut aturan ini telah memberikan dampak industri.
Jakarta, FORTUNE – Pelaku industri logistik menyebut Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.31/2023 telah menyebabkan PHK massal pada sektor logistik karena belasan perusahaan tutup kantor.
Ketua Asosiasi Pengusaha Logistik E-Commerce (APLE) sekaligus Direktur Utama SKK Logistics, Sonny Harsono, mengatakan telah mengajukan judicial review atas nama pribadi dan beserta seluruh karyawan korban diberlakukannya Permendag 31/2023 ke Mahmakah Agung (MA).
Menurutnya, seluruh anggota APLE sepakat tidak ada korelasi antara pelarangan impor tersebut dengan UMKM. Sebab, impor di bawah US$100 pada e-commerce juga merupakan sumber bahan baku pendukung bagi UMKM untuk berproduksi dan memiliki nilai tambah.
“Faktanya, setelah pemberlakuan aturan itu langsung terjadi PHK di sektor logistik mulai dari perusahaan logistik pergudangan, perusahaan kurir, hingga sektor logistik lain yang terkait dengan pergerakan barang importasi tersebut. APLE mencatat tidak kurang dari 1.000 pekerja di Bandara dan kurang lebih 5.000 pekerja di sektor pendukung lain seperti kurir dan pergudangan menjadi korban atas peraturan tersebut,” kata dia dalam keterangan yang dikutip Selasa (21/11).
Salah satu dasar dari Permendag 31/2023 diberlakukan adalah kunjungan Menteri Perdagangan ke pasar tradisional seperti Pasar Tanah Abang dan pusat grosir yang ditemukan sepi pengunjung. Sonny mengatakan hal itu relevan dengan pelarangan impor e-commerce. Pasar itu sepi pengunjung karena adanya perubahan pola transaksi pelanggan dari offline ke online.
Perlu ada koreksi kebijakan
Dia beranggapan kebijakan pemerintah itu perlu dikoreksi. Asosiasi ini telah menyampaikan hal tersebut kepada Kementerian UKM dalam beberapa kali sesi audiensi, dan disepakati adanya dampak negatif dari ditutupnya impor resmi e-commmerce yang akan menghancurkan UMKM.
APLE juga telah mengirimkan surat kepada Menteri UKM dengan disertai dengan bukti-bukti bahwa pelarangan 13 item busana muslim dua tahun lalu tidak mampu meningkatkan pangsa pasar produksi lokal.
Sonny mengatakan bahwa yang terjadi justru predatory pricing. Sebelum pelarangan, harga barang masih hampir sama dengan harga barang produksi dalam negeri, tetapi sekarang sudah lebih murah 10 persen.
“Kurangnya kajian dan pengetahuan lapangan terhadap pembuatan peraturan menjadi kelemahan utama dari terbitnya Permendag Nomor 31 tahun 2023, dan telah disampaikan berulang kali bahwa problem utamanya adalah importasi ilegal yang akan marak justru setelah adanya pelarangan,” ujarnya.