Satgas Covid-19: Varian Baru XE Lebih Menular dari Omicron BA.2
XE merupakan kombinasi dari Subvarian Omicron BA.1 dan BA.2.
Jakarta, FORTUNE - Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, mengatakan varian baru virus Omicron XE yang pertama kali ditemukan di Inggris lebih menular dari Subvarian Omicron BA.2. Varian baru XE merupakan kombinasi dari Subvarian Omicron BA.1 dan BA.2.
"Berdasarkan data awal didapati bahwa kemampuan penularan varian XE sekitar 10 persen lebih tinggi dari Subvarian Omicron BA.2," kata Wiku saat konferensi pers melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (5/4).
Akan tetapi, kata Wiku, WHO sendiri menekankan perlunya penelitian lebih lanjut terkait temuan awal ini. Sejauh ini, menurut Kementerian Kesehatan, varian yang pertama kali ditemukan di Inggris ini belum ditemukan di Indonesia. Namun untuk wilayah Asia Tenggara kasus pertamanya telah ditemukan di Thailand.
Lebih lanjut, Wiku meminta masyarakat untuk tidak panik berlebihan terhadap munculnya varian XE. Sebab, rekombinasi virus sudah banyak terjadi termasuk pada virus selain corona.
"Ketakutan yang berlebihan pun akan berpengaruh pada imunitas tubuh menghadapi berbagai ancaman penularan penyakit di sekitar kita," katanya.
Varian Covid-19 yang disebut sebagai XE telah diidentifikasi pertama kali di Inggris pada 22 Maret 2022.
Badan Keamanan Kesehatan Inggris melaporkan ada 637 kasus XE yang telah diidentifikasi saat itu. Sementara, varian XE pertama kali terdeteksi di Inggris pada 19 Januari 2022.
Bagaimana pandangan pakar terhadap varian XE?
Kemunculan varian baru ini juga berkontribusi pada kenaikan kasus Covid-19 di Inggris. Dengan temuan varian XE, akhir pandemi pun menjadi pertanyaan besar. Padahal, jika melihat grafik penambahan kasus hariannya Indonesia sudah mulai melandai.
Mantan Direktur WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama, berpendapat masih terlalu dini melihat varian baru ini akan berdampak terhadap penanganan pandemi Covid-19. "Kalau tidak punya dampak yang berarti, tidak mempengaruhi pandemi," kata dia dalam diskusi daring, Selasa (5/4).
Meski penularannya tinggi, Prof Tjandra menilai masih harus dilakukan pemantauan dan analisis lebih lanjut. Kemunculan varian ini juga bisa jadi tidak akan mempengaruhi status endemi yang telah dinyatakan oleh sejumlah negara. Namun, bukan berarti pandemi berakhir.
"Masing-masing negara bisa mengatakan telah mengendalikan pandemi, menyatakan telah endemi. Tapi kalau hanya 2-4 negara, bukan berarti pandemi sudah selesai, hanya bisa dinyatakan berakhir oleh WHO," ujarnya.