Tuntutan Masalah Tarif Ojek Online Akan Dibicarakan Minggu Depan
Ojol disejumlah daerah menuntut penerapan tarif yang adil.
Jakarta, FORTUNE – Ribuan pengemudi ojek online (Ojol) melakukan aksi demonstrasi di kawasan Jalan Ahmad Yani Surabaya, Jawa Timur, Kamis (24/3). Dalam aksinya, mereka membawa tuntunan terutama terkait perubahan skema tarif, dan adanya aplikator yang tidak taat aturan.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat (Dirjenhubdat) Kementerian Perhubungan, Budi Setiyadi, mengaku telah menemui perwakilan demonstran untuk melakukan mediasi. Ia menyebut akan menyampaikan tuntutan mereka kepada pihak penyedia platform layanan ojek daring yang berada di pusat.
“Minggu depan saya juga akan adakan pertemuan dengan semua pemangku kepentingan,” kata dia kepada Fortune Indonesia, Jumat (25/3).
Budi pun tidak menyebut secara mendetail kapan pertemuan itu dilangsungkan. Namun, ia yakin akan ada titik temu ketika semua stakeholder duduk bersama dan membicarakannya.
Ada beberapa tuntutan yang disampaikan oleh para demonstran ojek online di Surabaya. Pertama, massa meminta ditemui oleh Menteri Perhubungan atau diwakili Dirjen Perhubungan Darat di Surabaya.
Kedua, demonstran meminta pihak aplikator selaku pemegang keputusan mengubah tarifnya, yakni tarif bersih yang diterima driver selaku mitra. Mereka mengaku hanya menerima Rp6.400 per layanan. Hal ini tentu menyalahi tarif batas bawah jasa yang ditentukan Keputusan Menteri Perhubungan RI Nomor KP 348 Tahun 2019, yakni Rp7000 sampai Rp10.000 untuk zona wilayah I.
Ketiga, para mitra juga meminta ada evaluasi biaya tambahan yang diberlakukan oleh aplikasi saat ini. Hal ini dinilai memberatkan konsumen dan mitra pengemudi ojek online.
Keempat, mendorong pemerintah untuk meninjau serta menindak aplikasi baru yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Sebab, ada aplikator nakal yang tidak mematuhi skema tarif, yang dinilai terlalu murah melewati batas bawah yang ditentukan Keputusan Menteri Perhubungan RI Nomor KP 348 Tahun 2019. Kemudian menafikan keselamatan para mitra ojek online, padahal telah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019.
Demo ojek online di Yogyakarta
Sementara itu, Pengendara ojol juga menggelar aksi serupa di Jalan Imogiri, Kota Yogyakarta, Kamis (24/3). Aksi tersebut digelar untuk menolak penurunan tarif minimum.
"Tuntutannya bahwa tarif harus dimanusiawikan, jenjang level ditiadakan, skema tarif 24 jam," kata Ketua Umum Paguyuban Gojek Driver Yogyakarta, Handriyanto seperti dikutip dari Antara, Kamis (24/3).
Para ojol merasa keberatan dengan penetapan tarif saat ini. Sebab, terdapat rentang harga yang cukup signifikan dari yang ditetapkan pemerintah dengan yang saat ini berlaku. Di sisi lain, ojol menyebut pemotongan biaya aplikasi juga terlalu besar.
“Kalau kesepakatan dari pemerintah kan minimal Rp7.200, sekarang kan Rp6.400. Bahkan di aplikator lain ada yang sampai Rp3.000, itu kan sangat tidak manusiawi,” ujarnya.
Handriyanto menambahkan selain tarif yang belum memadai, ojol juga mengalami pemotongan di atas 20 persen pada tiap transaksi. Hal ini memicu perdebatan dengan para pelanggan yang mengira ojol memperoleh pendapatan yang tinggi.
Masalah serupa di Semarang
Pada dua pekan lalu (7/3), ratusan pengemudi ojek online demonstrasi di depan kantor Gubernur Jawa Tengah. Tuntutannya pun serupa, terkait perubahan tarif dari aplikator. Sebab masalah ini selalu jadi polemik dari tahun ke tahun.
Dari waktu ke waktu, tarif yang didapatkan pengemudi ojek online bukannya meningkat, namun malah menurun. "Yang tadinya harga Rp7.200 sekarang tarif turun menjadi Rp6.400 per 0-4 kilometer," kata Humas Asosiasi Driver Online (ADO) Astrid Jovanka saat itu, seperti dikutip dari Antara.
Oleh karena itu, pihaknya mengharapkan agar pemerintah lebih memberikan perhatian kepada nasib pengemudi ojek online. Apalagi dalam aksi kali ini, massa yang hadir tidak hanya dari Semarang namun juga Kendal, Pekalongan, Brebes hingga Purwokerto.