Rupiah Anjlok Rp16.313, Akhir Tahun Bisa Makin Parah
Analis memperkirakan rupiah makin melemah di akhir 2024
Fortune Recap
- Nilai tukar rupiah melemah 215 poin ke Rp16.312,5 terhadap dolar AS pada penutupan Kamis, (19/12).
- The Fed memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin dan BOJ mempertahankan suku bunga.
- Kenaikan PPN hingga 12% menyebabkan industri padat karya terpuruk dan nilai tukar rupiah melemah 1,37% dibanding bulan sebelumnya.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menunjukkan tren pelemahan. Pada penutupan perdagangan hari ini, Kamis (19/12) nilai tukar rupiah melemah 215 poin yang sebelumnya sempat melemah 220 poin ke level Rp16.312,5. Per 15.40 WIB, bahkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mencapai Rp16.340.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi menjelaskan sentimen eksternal datang dari Federal Reserve (The Fed) yang memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin ke level 4,25–4,5 persen. The Fed mengisyaratkan kemungkinan akan menghentikan pemangkasan suku bunga di masa mendatang mengingat pasar tenaga kerja dan inflasi yang stabil.
Diketahui, dini hari tadi, Gubernur The Fed Jerome Powell mengumumkan keputusan untuk memangkas suku bunga acuan Fed Funds Rate (FFR) sebesar 25 basis poin menjadi 4,25–4,5 persen.
Powell mengatakan pemangkasan lebih lanjut bergantung pada kemajuan dalam mengekang inflasi yang terus-menerus. Hal itu mencerminkan penyesuaian pembuat kebijakan terhadap potensi pergeseran ekonomi di bawah pemerintahan Donald Trump yang akan datang.
Selain itu, Bank of Japan (BOJ) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga, mencerminkan sikap hati-hati terhadap prospek ekonomi Jepang dan arah inflasi. Bank sentral tersebut mengungkapkan bahwa mereka memperkirakan inflasi akan naik pada 2025 dan tetap mendekati target tahunan sebesar 2 persen.
Keputusan BOJ ini mengecewakan sejumlah investor yang mengharapkan kenaikan suku bunga pada Desember, meskipun stabilitas suku bunga dalam waktu dekat memberikan sinyal positif bagi pasar saham Jepang.
Sentimen domestik
Permintaan menurun
Pemberian berbagai insentif tidak cukup untuk mengurangi dampak kenaikan PPN menjadi 12 persen. Permasalahan yang muncul di industri saat ini adalah menurunnya permintaan lantaran menipisnya jumlah kelas menengah yang menjadi pendorong konsumsi dalam negeri.
Periode pemberian insentif terlalu pendek
Selain itu, periode pemberian insentif yang terlalu pendek, misalnya hanya dua bulan untuk diskon tarif listrik sebesar 50 persen. Insentif yang diberikan untuk industri padat karya juga diperkirakan belum cukup untuk meredam dampak kenaikan PPN tersebut. Pasalnya, sudah terlalu banyak sektor industri yang terpuruk seperti industri tekstil dan industri alas kaki.
Meski pemerintah memberikan insentif khusus untuk industri padat karya, daya beli masyarakat yang masih lemah membuat pemberian insentif tersebut menjadi tidak banyak berdampak. Jika kondisi tersebut tidak ditangani secara hati-hati, maka kenaikan PPN tersebut bisa saja meningkatkan potensi pegawai terkena PHK.
Rupiah bisa makin melemah di akhir tahun
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam konferensi pers RDG Desember 2024 mengungkapkan bahwa hingga 17 Desember, nilai tukar rupiah melemah 1,37 persen (point-to-point/PtP) dibandingkan bulan sebelumnya.
Pelemahan ini dipengaruhi oleh ketidakpastian global, khususnya kebijakan AS dan potensi penurunan Fed Fund Rate (FFR) yang lebih rendah, serta penguatan dolar AS dan risiko geopolitik yang mendorong alokasi portofolio kembali ke AS.
Namun, Perry menyampaikan bahwa depresiasi rupiah tetap terkendali, dengan pelemahan 4,16 persen dibandingkan Desember 2023, lebih kecil dari depresiasi mata uang Taiwan, Peso Filipina, dan Won Korea yang masing-masing terdepresiasi lebih dari 5 persen.
Di sisi lain, Ibrahim Assuaibi menuturkan, pelemahan rupiah akan semakin terpuruk menuju arah Rp16.500 pada akhir 2024.
“Rupiah pagi ini makin terdepresiasi begitu tajam, arah menuju Rp16.500 di akhir tahun kemungkinan terjadi,” ujar dia dalam keterangan yang diterima, Kamis (19/12).