Alasan Iran Serang Israel dan Bagaimana Kekuatan Militer Kedua Negara
Israel klaim berhasil halau 99 persen serangan Iran.
Fortune Recap
- Iran meluncurkan ratusan drone, rudal balistik, dan rudal jelajah ke Israel.
- Sekitar 300 rudal diluncurkan, 99 persen dihalau, tapi beberapa mencapai wilayah Israel dan menyebabkan kerusakan.
- Amerika Serikat membantu Israel menjatuhkan "hampir semua" drone dan rudal Iran.
Jakarta, FORTUNE - Ledakan dan sirene serangan udara terdengar di seluruh Israel pada Minggu pagi (14/4) setelah Iran meluncurkan ratusan drone, rudal balistik, dan rudal jelajah dalam misi balas dendam yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Serangan yang dikhawatirkan akan mendorong Timur Tengah ke jurang peperangan tersebut, kata juru bicara militer Israel, Laksamana Muda Daniel Hagari, melibatkan sekitar 300 rudal tetapi 99 persen di antaranya berhasil dihalau.
Fortune.com mewartakan Iran menembakkan 170 drone, lebih dari 30 rudal jelajah, dan lebih dari 120 rudal balistik.
Dari jumlah tersebut, beberapa rudal balistik mencapai wilayah Israel, menyebabkan kerusakan kecil pada pangkalan udara.
Sejauh ini, menurut keterangann resmi tim penyelamat di Israel, seorang gadis berusia tujuh tahun di selatan Israel terluka parah akibat serangan tersebut.
Sementara itu, di Washington, Amerika Serikat, Presiden Joe Biden mengatakan pasukan AS telah membantu Israel menjatuhkan “hampir semua” drone dan rudal dan berjanji untuk mengumpulkan sekutu untuk mengembangkan tanggapan terpadu atas serangan tersebut.
Serangan Iran ke Tel Aviv terjadi kurang dari dua minggu setelah Israel diduga menjadi dalang serangan udara di Suriah pada 1 April lalu--yang menewaskan dua jenderal Iran di gedung konsulatnya.
Ini menandai pertama kalinya Iran melancarkan serangan militer langsung terhadap Israel, meskipun permusuhan antara keduanya telah terjadi selama beberapa dekade sejak negara tersebut berkonflik dalam Revolusi Islam Iran pada 1979.
Dua negara ini telah berada di dua kutub berseberangan selama perang Israel melawan militan Hamas berkecamuk di Gaza dalam enam bulan terakhir.
Perang meletus setelah Hamas dan Jihad Islam, dua kelompok militan yang didukung Iran, melakukan serangan lintas batas yang menghancurkan pada 7 Oktober yang menewaskan 1.200 orang di Israel dan menculik 250 lainnya.
Serangan Israel di Gaza telah menyebabkan kehancuran luas dan menewaskan lebih dari 33.000 orang, menurut pejabat kesehatan setempat.
Hampir segera setelah perang meletus, Hizbullah, kelompok militan yang didukung Iran di Lebanon, mulai menyerang perbatasan utara Israel.
Kedua belah pihak terlibat dalam baku tembak setiap hari, sementara kelompok yang didukung Iran di Irak, Suriah dan Yaman telah meluncurkan roket dan rudal ke arah Israel.
Dalam sebuah pernyataan yang disampaikan pada Sabtu (13/4) malam oleh kantor berita Iran, IRNA, pasukan paramiliter Garda Revolusi Iran mengaku telah meluncurkan “lusinan drone dan rudal ke wilayah-wilayah pendudukan dan posisi rezim Zionis.”
Dalam pernyataan selanjutnya, Garda Revolusi mengeluarkan peringatan langsung kepada AS: “Pemerintah teroris AS diperingatkan bahwa dukungan atau partisipasi apa pun dalam merugikan kepentingan Iran akan diikuti dengan tindakan tegas dan penyesalan dari angkatan bersenjata Iran.”
Selama berhari-hari, para pejabat Iran termasuk Pemimpin Tertinggi Ayatullah Ali Khamenei mengancam akan “menampar” Israel atas serangan di Suriah.
Sementara, setelah serangan terhadap Israel dilakukan, di ibu kota Iran, Teheran, masyarakat yang cemas dengan ekskalasi konflik mengantre di pompa-pompa bensin pada Minggu pagi.
Kekuatan Militer
Serangan rudal dan drone besar-besaran Iran terhadap Israel, yang dimulai pada penghujung 13 April, mendorong konflik antara kedua negara ke dalam fase baru yang berpotensi meledak.
Lantas, bagaimana kekuatan militer kedua negara?
Pasukan Israel memiliki keunggulan teknologi yang luas dibandingkan Iran.
Hal ini sebagian disebabkan oleh dukungan militer dan keuangan dari AS, yang telah lama berupaya memastikan keuntungan Israel sebagai bagian dari komitmennya terhadap keamanan negara tersebut.
Israel, misalnya, sejauh ini adalah satu-satunya negara di Timur Tengah yang membeli jet tempur F-35 milik Lockheed Martin Corp—sistem persenjataan termahal yang pernah ada.
Israel juga diyakini memiliki senjata nuklir, meski tidak pernah mengakui kemampuan tersebut.
Sebaliknya, sanksi dan isolasi politik telah menghambat akses Iran terhadap teknologi militer asing, sehingga mendorong Iran untuk mengembangkan senjatanya sendiri termasuk rudal dan drone yang ditembakkan sejak penghujung Sabtu lalu.
Pesawat tempur Iran sebagian besar merupakan model lama yang diwarisi dari sebelum revolusi negara tersebut pada 1979.
Mereka telah menyepakati perjanjian untuk membeli jet Rusia tetapi tidak jelas apakah pesawat tersebut telah dikirimkan.
Meskipun memiliki kelemahan teknologi, militer Iran diperkirakan memiliki persediaan rudal balistik dan jelajah serta kendaraan udara tak berawak atau drone murah dalam jumlah besar yang dikerahkan melawan Israel pada 13 April.
Seperti yang dipelajari Iran, menembus pertahanan udara Israel yang besar adalah sebuah tantangan.
Ada yang berhasil melewati pesawat tempur Angkatan Udara Israel. Lalu ada sistem pertahanan udara Arrow dan David’s Sling milik Israel, yang bersama dengan AS dan pasukan sekutu lainnya di wilayah tersebut mencegat “sebagian besar” dari lebih dari 200 drone dan rudal yang ditembakkan Iran, menurut militer Israel.
Persenjataan Teheran juga mencakup rudal permukaan-ke-udara, termasuk sistem pertahanan udara S-300 Rusia, namun rudal ini belum teruji seperti pertahanan Israel.
Iran secara tidak sengaja menembak jatuh sebuah pesawat penumpang Ukraina pada 2020 di tengah meningkatnya ketegangan dengan AS yang menggunakan rudal pertahanan udara Tor buatan Rusia.
Israel dan Iran memiliki kemampuan perang siber. Lebih dari satu dekade yang lalu, malware yang dikenal sebagai Stuxnet menyusupi operasi di fasilitas pengayaan nuklir Iran yang diduga merupakan operasi AS dan Israel.
Iran mampu melakukan “berbagai operasi siber, mulai dari operasi informasi hingga serangan destruktif terhadap jaringan pemerintah dan komersial di seluruh dunia,” menurut penilaian Badan Intelijen Pertahanan AS yang dirilis pada 11 April.
Serangan siber yang diluncurkan oleh Iran mencakup peretasan yang berupaya melumpuhkan komputer dan aliran air untuk dua distrik Israel, menurut Dewan Hubungan Luar Negeri.