Apa Itu SRBI, yang BI Terbitkan untuk Stabilisasi Rupiah?
SRBI akan diimpelementasikan mulai 19 September 2023.
Jakarta, FORTUNE - Bank Indonesia (BI) akan menerbitkan surat berharga dalam mata uang rupiah untuk memperdalam pasar keuangan domestik dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Instrumen bernama sekuritas rupiah BI (SRBI) tersebut akan mulai diimplementasikan pada 15 September 2023 dengan tenor jangka pendek 6, 9 dan 12 bulan pada tahap awal.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan SRBI merupakan instrumen operasi moneter yang pro market. Tujuannya adalah mendukung upaya menarik masuk modal asing dalam bentuk investasi portofolio, serta mengoptimalkan aset SBN yang dimiliki BI sebagai underlying.
"BI punya (SBN) lebih dari Rp1.000 triliun. Kita sekuritisasi, kita jadikan underlying, kita terbitkan SRBI ini dengan tenor jangka pendek," ujarnya dalam konferensi pers, Kamis (25/8).
Secara umum, SRBI memiliki sejumlah karakteristik. Contohnya, diterbitkan tanpa warkat, diperdagangkan dengan sistem diskonto, dapat dipindahtangankan, serta dimiliki oleh penduduk dan bukan penduduk di pasar sekunder.
Penerbitan SRBI di pasar perdana dilakukan melalui lelang dengan bank umum yang menjadi peserta pasar terbuka (OPT) konvensional secara langsung atau lembaga perantara yang memiliki izin operasi moneter (OM).
"Biasanya yang akan ikut lelang nanti primary dealer BI," ujarnya.
"Para eksportir atau investor luar negeri bisa nitip bidding kepada BI, dan kami variable rate tender [menentukan tingkat diskonto berdasarkan pengajuan peserta lelang]," katanya.
Nantinya, BI akan segera menerbitkan ketentuan terkait instrumen SRBI dan mensosialisasikannya kepada peserta pelaku operasi moneter dan pelaku pasar.
SRBI juga dapat digunakan sebagai agunan pinjaman likuiditas jangka pendek (PLJP) atau sebagai surat berharga yang dapat diperhitungkan dalam pemenuhan penyangga likuiditas makroprudensial.
Upaya lain menjaga stabiltas rupiah
Selain menerbitkan SRBI, berbagai upaya juga dilakukan bank sentral untuk memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah melalui intervensi di pasar valas, guna memitigasi kenaikan suku bunga AS atau Federal Funds Rate (FFR) dan mata uang dolar AS yang kuat.
"Bagaimana memitigasi kenaikan Fed Funds Rate, strong dollar, satu intervensi di spot dan DNDF, kedua memperbanyak mengimplementasikan instrumen penempatan DHE SDA," tuturnya.
Intervensi di pasar valas difokuskan pada transaksi spot dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF). Upaya tersebut merupakan bagian dari langkah BI untuk terus memperkuat respons bauran kebijakan dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Fokus kebijakan moneter diarahkan pada penguatan stabilisasi nilai tukar rupiah untuk memitigasi dampak rambatan ketidakpastian pasar keuangan global," ujarnya.
Perry memperkirakan Amerika Serikat masih akan menaikkan FFR pada September 2023 dengan satu kali kenaikan, namun ada potensi risiko untuk dua kali kenaikan.
Di sisi lain, perekonomian Cina yang melemah dan Bank Sentral Jepang dengan kebijakan moneternya yang dovish juga mendorong dolar AS kuat. Oleh karenanya, BI berfokus memitigasi risiko rambatan global tersebut dengan memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah.
"[Mata uang] di seluruh dunia melemah, tetapi pelemahan [rupiah] relatif rendah bahkan year to date masih menguat lebih baik dari yang lain. Itulah cara kita memproteksi ekonomi domestik, inflasi, pertumbuhan dari rambatan global," ujarnya.