Indonesia Masuk Daftar 10 Negara Berkembang dengan Utang Tertinggi
Utang Indonesia pada 2020 capai 41% terhadap PDB.
Jakarta, FORTUNE - Indonesia tergolong satu dari 10 negara berpendapatan menengah dan rendah dengan utang luar negeri (ULN) terbesar pada 2020. Menurut data terbuka milik Bank Dunia, International Debt Statistics, Indonesia berada di urutan kelima setelah Argentina, Brasil, Cina dan India, serta berada di atas Meksiko, Federasi Rusia, Afrika Selatan, Thailand, dan Turki.
ULN Indonesia per akhir 2020 mencapai US$417,53 miliar atau lebih tinggi dari US$402,11 miliar pada 2019.
“Dengan total tersebut, ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai sebesar 41 persen, meningkat dari 2019 yang sebesar 37 persen PDB,” demikian Bank Dunia, dikutip Senin (9/1).
Cina punya ULN US$2,35 triliun pada 2020 atau setara dengan 16 persen PDB. Kemudian, Argentina memiliki total ULN US$253,76 miliar atau setara 68 persen PDB, dan Brasil dengan ULN US$549,23 miliar atau setara 39 persen PDB.
Selanjutnya, India mencatat ULN US$564,18 miliar atau setara 22 persen PDB; Meksiko mencatat ULN US$467,51 miliar atau 45 persen PDB; dan Federasi Rusia US$475,52 miliar atau 33 persen dari PDB.
Afrika Selatan juga membukukan ULN cukup besar, yakni US$170,77 miliar per akhir 2020 atau 58 persen PDB, disusul Thailand dengan ULN US$204,15 miliar atau 42 persen PDB, dan Turki US$435,89 miliar atau 61 persen dari PDB.
Dampak Pandemi
Bank Dunia menyebut bahwa peningkatan utang tersebut terjadi bukan tanpa sebab. Pasalnya, pemerintah di seluruh dunia menanggapi pandemi COVID-19 dengan paket stimulus fiskal, moneter, dan keuangan yang masif. Sementara langkah-langkah ini ditujukan untuk mengatasi keadaan darurat kesehatan, meredam dampak pandemi pada orang miskin dan rentan dan menempatkan negara-negara di jalan menuju pemulihan, beban utang yang dihasilkan dari negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, termasuk Indonesia, naik 5,3 persen jika digabungkan pada 2020 menjadi US$8,7 triliun.
Bank Dunia sendiri menggunakan pendekatan menyeluruh terkait pengelolaan utang untuk membantu negara-negara itu menilai dan mengurangi risiko serta mencapai tingkat utang yang berkelanjutan.
“Kami membutuhkan pendekatan komprehensif untuk masalah utang, termasuk pengurangan utang, restrukturisasi yang lebih cepat, dan transparansi yang lebih baik,” kata Presiden Grup Bank Dunia, David Malpass. “Tingkat utang yang berkelanjutan sangat penting untuk pemulihan ekonomi dan pengurangan kemiskinan.”
Kemerosotan indikator utang meluas dan berdampak pada negara-negara di semua kawasan. Di semua negara berpenghasilan rendah dan menengah, peningkatan utang luar negeri melampaui Pendapatan Nasional Bruto (PNB) dan pertumbuhan ekspor. Rasio utang luar negeri terhadap PNB negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (tidak termasuk Cina) naik menjadi 42 persen pada 2020, meningkat dari 37 persen pada 2019. Sementara itu, rasio utang terhadap ekspornya naik menjadi 154 persen ketimbang sebelumnya yang mencapai 126 persen.
“Perekonomian di seluruh dunia menghadapi tantangan berat yang ditimbulkan oleh tingkat utang yang tinggi dan meningkat pesat,” kata Carmen Reinhart, Wakil Presiden Senior dan Kepala Ekonom Grup Bank Dunia. “Pembuat kebijakan perlu mempersiapkan kemungkinan tekanan utang ketika kondisi pasar keuangan menjadi kurang ramah, terutama di pasar negara berkembang dan ekonomi berkembang.”