NEWS

Pemanfaatan EBT Masih di Bawah 1 Persen, Sri Mulyani: Memalukan!

Dari 3.689 GW potensi EBT, baru 0,3% yang dimanfaatkan.

Pemanfaatan EBT Masih di Bawah 1 Persen, Sri Mulyani: Memalukan!Menkeu, Sri Mulyani Indrawati. (dok. Kemenkeu)
13 July 2023

Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menganggap pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) yang sangat rendah di Indonesia sebagai hal yang memalukan.

Dalam Sesi Panel kedua EBTKE ConEx 2023, Rabu (12/7), ia menyinggung pemanfaatan EBT di Indonesia yang masih sekitar 0,5 persen dari total 3.689 GW.

"Not even one percent," ujarnya di hadapan Dirjen EBTKE Kementerian ESDM dan Direktur Utama Medco Energi Hilmi Panigoro.

Apa yang disampaikan Sri Mulyani tidak berlebihan. Dalam sesi sebelumnya, paparan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, bahkan menunjukkan bahwa potensi energi baru terbarukan di Indonesia baru termanfaatkan 0,3 persen. 

Padahal negeri ini memiliki potensi EBT yang besar, tersebar, beragam, dan terbuka untuk terus dikembangkan terlebih di tengah isu lingkungan, perubahan iklim, serta terus meningkatnya konsumsi listrik per kapita.

Meski demikian, upaya transisi energi di Indonesia tidak mudah, kata Sri Mulyani. Berbagai hambatan merintangi upaya untuk beralih dari energi fosil ke EBT. Dalam hal pendanaan, misalnya, Indonesia terhambat dengan aturan yang berlaku pada lingkup global.

"Banyak sekarang financial institution, investment fund, bilang mau membiayai transisi energi, tapi tidak bisa terlibat dalam transaksi batu bara. Padahal Indonesia kalau batu bara mau ditransisikan, enggak bisa tiba-tiba [begitu saja dimatikan]," katanya.

Sejauh ini, upaya pemerintah untuk menyelesaikan hal tersebut adalah memformulasikan mekanisme transisi energi ke dalam taksonomi regional. Dengan begitu, lembaga keuangan internasional dapat tetap masuk ke proyek-proyek transisi yang ada di Indonesia, meski baruran energinya masih didominasi batu bara.

"Persoalan seperti ini yang harus kita sampaikan ke dunia juga. Jika kita mau bertransformasi, itu enggak seperti membalikkan telapak tangan. Harus ada proses. Dari sisi regulasi kami di Kemenkeu bersama OJK di dalam Asean Finance Minister, kami minta aturan pendanaan untuk transisi itu direken bukan [malah dapat hukuman]. Makanya kami masukkan dalam Asean Taxonomy melalui Asean Taxonomy Board," ujarnya.

Taksonomi Hijau Asean yang dimaksud itu telah diperbarui dan memungkinkan lembaga keuangan global tetap bisa mendanai proyek-proyek transisi di Asean, termasuk Indonesia.

Insentif Fiskal

Sri Mulyani mengatakan Kementerian Keuangan juga akan terus mengawal berbagai perkembangan transisi di Indonesia dan berupaya menghasilkan kebijakan yang mendorong penggunaan EBT lebih besar.

Sebab, tiap jenis pembangkit EBT memiliki karakter berbeda dan membutuhkan kebijakan yang berbeda-beda pula.

"Kita punya banyak sekali potensi [sumber daya yang bisa diperbarui], mau air, mau kita bicara tentang geothermal, dan lainnya. Dan untuk bisa mengembangkan setiap dari potensi itu punya masing-masing karakternya, ada yang membutuhkan ongkos investasi di depan yang besar seperti geothermal, hydro. Ada juga aspek lingkungan yang harus kita jaga," katanya.

Ia juga mengakui bahwa insentif fiskal yang besar dibutuhkan untuk pengembangan EBT ke depan. "Ujung-ujungnya kan banyak Anda minta fasilitas pajak, subsidi, risiko diambil. Jadi kalau pajaknya enggak, subsidi dikasih, risikonya di saya ya Anda menjalankan usaha yang enak," ujarnya.

Related Topics

    © 2024 Fortune Media IP Limited. All rights reserved. Reproduction in whole or part without written permission is prohibited.