PLN Sanggah Studi CREA: PLTU Suralaya Pakai Teknologi Ramah Lingkungan
PIP telah miliki roadmap perbaikan PLTU Suralaya ke depan.
Jakarta, FORTUNE - General Manager PT PLN Indonesia Power (PIP) Suralaya PGU, Irwan Edi Syahputra Lubis, mengaku telah mempelajari laporan Penilaian dampak kesehatan (HIA) yang dipublikasikan Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA).
Dalam laporannya, CREA menunjukkan potensi kerugian ekonomi dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Suralaya di Banten mencapai US$1,08 miliar atau sekitar Rp14,7 triliun per tahun.
Dalam webinar bertajuk Air Quality Impact of the Banten-Suralaya Complex of Coal-fired Power Plant (12/9), ia menilai bahwa semua hasil laporan tersebut hanya merupakan modeling berdasarkan skenario terburuk.
Ia juga mengeklaim bahwa PLTU yang dikelolanya telah mengadopsi teknologi ramah lingkungan, seperti electrostatic precipitator (ESP) dan continuous emission monitoring system (CEMS).
Perlu diketahui, ESP merupakan teknologi ramah lingkungan pada PLTU yang berfungsi menangkap debu dan gas buang—bahkan mampu menyaring debu dengan ukuran sangat kecil di bawah 2 mikrometer dengan efisiensi mencapai 99,9 persen.
Sementara CEMS merupakan teknologi yang digunakan untuk memantau emisi pembangkit secara terus menerus sehingga emisi yang keluar dari cerobong dapat dipantau secara real-time dan dipastikan tidak melebihi baku mutu udara ambien yang ditetapkan KLHK.
"Dapat kami sampaikan bahwa PLTU Suralaya ini beroperasi selalu memperhatikan baku mutu dan pelestarian lingkungan," ujarnya. "Berbagai upaya tersebut berhasil memperbaiki udara ambien di sekitar lokasi pembangkit di jakarta dan Banten. Parameter pm 2,5 di sekitar lokasi Pembangkit menunjukkan tren yang cenderung menurun dan masih jauh di bawah baku mutu ambien yang ditetapkan pemerintah."
Irwan juga memastikan emisi buangan dari pembakaran batu bara PLTU Suralaya tak melebihi ambang batas yang ditetapkan pemerintah.
"Sesuai peraturan menteri lingkungan hidup dan kehutanan nomor P.15/2019 tentang Baku Mutu Emisi Pembangkit Listrik Tenaga Termal dan Peraturan Pemerintah nomor 22/2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Lampiran 7," katanya.
Di samping itu PLTU Suralaya juga menerapkan ISO 14.001 tentang sistem manajemen lingkungan dan mengoperasikan pembangkit menjunjung tinggi ESG sehingga PLTU Suralaya.
"PIP selaku salah satu subholding PLN mendukung penuh langkah pemerintah untuk menekan polusi udara," jelasnya.
Roadmap dan perbaikan ke depan
Selain ESP, PLN juga memasang Low NOx Burner dan memilih batu bara rendah sulfur (coal blending) pada setiap PLTU. Di samping itu, sejak 2020 perseroan juga sudah menggunakan biomassa sebagai bahan bakar campuran (Co-firing PLTU).
"Total yang sudah kita konsumsi di 2022 itu 120.000 ton. Secara total biomassa yang dipakai di Suralaya itu 30 persen dari total konsumsi nasional," ujarnya.
Dalam hal operasional kantor, PLTU Suralaya juga telah memanfaatkan listrik pembangkit energi baru terbarukan (EBT). "Seluruh atap pembangkit kami sudah pasang rooftop dan ruang yang tidak dimanfaatkan seperti aliran perimeter kami kami juga sudah pasang rooftop," katanya.
Tak cukup sampai di situ, PLN Indonesia Power juga membuat plan pengolahan sampah di TPA dengan 50 ton per hari untuk menghasilkan biomassa.
"PLTU suralaya ini berkontribusi 12 persen dari total kebutuhan listrik di Pulau Jawa. Adapun pertimbangan kita dahulu membangun PLTU di Jawa adalah menjaga ketahanan energi nasional, mempertimbangkan ketersediaan energi primer dan juga harga yang terjangkau. Nah untuk kami sendiri di PIP tentu kami memiliki roadmap dan perbaikan ke depan," ujarnya.