Sri Mulyani ke Anggota DPD: Jangan Kufur Nikmat
Menkeu ungkap banyak uang Pemda masih mengendap di bank.
Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI untuk tak menilai kinerja pemerintah dalam mengelola keuangan secara parsial. Misalnya, dengan hanya melihat kenaikan utang selama pandemi Covid-19 serta tidak bertambahnya transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) ketika penerimaan negara mengalami peningkatan.
"Kita melihat komoditas naik harganya, penerimaan pemerintah naik kita langsung bayarkan sebagian ke daerah. Itu cara kita mengelola daerah. Jadi tidak seperti dikatakan seolah-olah ditetapkan undang-undang APBN terus saya sama kementerian keuangan hanya melototi APBN saja tidak itu semua bergerak angkanya," ujarnya dalam rapat bersama komite IV DPD RI, Senin (24/1).
Ia mencontohkan, misalnya, harga minyak yang telah ditetapkan dalam asumsi makro APBN 2021 terus berfluktuasi dan mempengaruhi kinerja APBN secara keseluruhan. Dengan kondisi ini, pemerintah dituntut untuk selalu siap melakukan improvisasi dalam mengelola keuangan negara.
"Harga minyak, crude oil, semuanya bergerak. Pertumbuhan ekonomi yang tadinya 5 persen jadi 3 persen (di beberapa kuartal 2021). Kita bergerak semuanya penerimaan pajak nya yang tadinya diperkirakan sekian jadi sekian semuanya bergerak," jelasnya.
Di sisi lain kondisi Covid-19 dalam negeri juga berdampak pada kebutuhan belanja negara. Pasalnya, ketika kasus aktif Covid-19 mengalami peningkatan, aktivitas ekonomi kembali melambat dan kebutuhan anggaran belanja untuk pemulihan ekonomi juga harus naik.
"Belanja pusat juga bergerak. Subsidi kita yang tadinya estimasi hanya Rp30 triliun melonjak jadi Rp60 triliun, naik duakali lipat. Vaksi yang tadinya Rp10 triliun turun sedikit, tapi tagihan untuk orang-orang yang dirawat baik isolasi mandiri melonjaknya lebih dari hampir dua kali lipat," jelasnya.
Bahkan, ia mengatakan masih ada tagihan rumah sakit untuk penanganan Covid sebesar Rp24 triliun yang belum dibayarkan pemerintah. Angka tersebut masih terus bergerak dan berpotensi membengkak karena proses verifikasi masih berlangsung.
"Ini sekarang sudah mencapai Rp94 triliun di tahun 2021 (yang sudah dibayarkan). Masih ada tunggakan Rp24 triliun yang belum selesai diverifikasi," tuturnya.
Di sisi lain pemerintah juga punya tanggung jawab untuk melakukan konsolidasi fisikal dan menurunkan defisit anggaran ke bawah 3 persen di tahun 2023. "Jadi mohon saya harap DPD juga melihatnya semua tadi tidak hanya melihat satu aspek apalagi melihatnya pada biayanya, utangnya naik, enggak lihat manfaatnya banyak sekali. Itu kalau kita pakai bahasa Islam, kufur nikmat," tuturnya.
Atas dasar itu lah, kata dia, sepatutnya indikator ekonomi yang mengalami perbaikan di tahun ini juga dilihat sebagai buah dari kerja keras pengelolaan fiskal di tengah masa sulit
"Sehingga di dalam melihat desain APBN sebagai sebuah instrumen fiskal kita tidak melihat hanya satu kotak saja. Semuanya bergerak supaya kita bisa punya fleksibilitas dan fokus itu menjadi kunci kenapa (ekonomi) Indonesia relatif resilience," jelasnya.
Uang Mengendap di Bank
Dalam kesempatan tersebut, Sri Mulyani Indrawati juga menyinggung soal realisasi pendapatan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2021 yang hanya tumbuh 0,18 persen (yoy) menjadi Rp1.112,24 triliun dari sebelumnya Rp1.110,23 triliun. “Pendapatan APBD naik 0,18 persen. Tidak terlalu tinggi dari pendapatan negara 2021,” tuturnya.
Realisasi pendapatan daerah yang hanya 97 persen dari target itu terdiri atas pendapatan asli daerah (PAD) Rp300,16 triliun atau 26,1 persen dan hanya tumbuh 0,8 persen (yoy) serta non PAD sebesar Rp812,08 triliun atau 73,9 persen.
Penerimaan PAD meliputi PDRD Rp206,29 triliun atau 18,5 persen, hasil PAD yang dipisahkan Rp9,16 triliun atau 0,8 persen dan lain-lain PAD yang dipisahkan Rp84,72 triliun atau 7,6 persen. “Pemerintah daerah masih perlu untuk terus mengoptimalkan potensi PAD untuk tahun depan,” ujarnya.
Selain itu, Sri Mulyani mengatakan belanja daerah masih sangat minim sehingga tidak sejalan dengan APBN yang terus melakukan countercylical terhadap dampak pandemi Covid-19.
Ia menjelaskan salah satu upaya countercyclical APBN adalah melalui anggaran yang disalurkan ke pemerintah daerah namun ternyata anggaran tersebut tidak terserap dengan baik hingga akhir tahun lalu. “(Anggaran) di pemda malah mendem. Kita lihat belanja APBD itu turun 2,48 persen dan kalau kita lihat dana di daerah yang masih ada di dalam akun pemda itu tebal sekali,” katanya.
Posisi dana pemda di bank per Desember 2021, lanjut Sri Mulyani, sebesar Rp113,38 triliun yang turun Rp90,57 triliun dari posisi November 2021 namun naik Rp19,41 triliun atau 20,66 persen dibandingkan posisi Desember 2020.
“Memang kemudian terpakai pada Desember, tapi bahkan di Desember pada saat mereka membayar kontraktor, itu masih ada Rp113 triliun. Ini lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang Rp93 triliun (2020),” katanya.