Sri Mulyani Waspadai Risiko Kenaikan Beban Utang Pemerintah
Ketidakpastian ekonomi sebabkan beban bayar utang naik.
Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mewaspadai potensi peningkatan beban bunga utang pemerintah di tengah ketidakpastian ekonomi global. Sebab, sejak meningkatnya konflik geopolitik di Eropa, disrupsi di sisi suplai menjadi semakin parah sehingga mendorong lonjakan tinggi harga-harga komoditas.
Hal tersebut mendorong naiknya tekanan inflasi yang mulai cenderung persisten di banyak negara maju maupun berkembang. Merespon hal ini, otoritas moneter di berbagai negara mulai mengambil langkah pengetatan kebijakan moneter yang cenderung agresif, terutama di Amerika Serikat.
Beberapa langkah kebijakan yang diambil otoritas moneter di Amerika Serikat (The Fed) antara lain penghentian quantitative easing yang diikuti oleh kenaikan suku bunga acuan, serta pengurangan balance sheet secara signifikan yang berpotensi membuat likuiditas global semakin ketat.
Kombinasi dari kebijakan tingkat bunga dan penyesuaian balance sheet tersebut telah mendorong peningkatan yield surat utang US Treasury dan juga berpengaruh pada negara maju lainnya.
"Hal ini berpotensi membuat volatilitas di pasar keuangan global meningkat, mendorong keluarnya arus modal seiring dengan peningkatan risiko yang terjadi di negara berkembang, dan membuat cost of fund menjadi lebih tinggi," ujar Sri Mulyani saat menyampaikan tanggapan pemerintah atas pandangan fraksi-fraksi DPR terhadap kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal, Selasa (31/5).
Selain itu, kebijakan dollar kuat (strong dollar policy) juga ditempuh oleh AS untuk mengatasi inflasi. Kombinasi tingginya suku bunga dan dollar yang kuat tersebut, lanjut Sri Mulyani, akan menyebabkan bertambah ketatnya akses pembiayaan serta meningkatnya beban pembayaran utang (debt services).
"Dengan memperhatikan bahwa kebijakan yang sama terkait penyesuaian tingkat bunga dan pengurangan balance sheet oleh The Fed yang sebelumnya juga pernah diterapkan di tahun 2018 dan berdampak cukup signifikan pada cost of fund pemerintah, maka tidak dapat dihindari potensi terjadinya kenaikan imbal hasil SBN. Peningkatan tersebut akan berdampak pada peningkatan beban bunga APBN," jelasnya.
Pemerintah tekan peningkatan suku bunga
Lantaran itu lah, lanjut Sri Mulyani, dalam pengambilan kebijakan pemerintah terus mempertimbangkan kondisi tingginya ketidakpastian global akibat eskalasi geopolitik dan pengetatan kebijakan moneter negara maju, dalam hal ini Amerika Serikat.
Terlebih, banyak ekonom yang memprediksi pengetatan masih akan berlanjut hingga 2023 dan mendorong penetapan asumsi tingkat suku bunga SBN 10 Tahun yang lebih tinggi daripada tahun 2022.
Namun demikian, Sri Mulyani memastikan bahwa secara konsisten mengupayakan agar dapat menekan peningkatan suku bunga, untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dan menekan biaya utang dalam jangka panjang.
"Pengembangan pasar keuangan dilakukan secara konsisten untuk mendorong terciptanya pasar SBN yang dalam, aktif, dan likuid, yang berdampak dapat memberikan imbal hasil yang relatif rendah bagi pemerintah," jelasnya.
Selain itu, Kementerian Keuangan bersamab dengan anggota KSSK lainnya (BI, OJK dan LPS), juga berkomitmen untuk memperkuat koordinasi dan sinergi dalam menjaga stabilitas sistem keuangan, menjaga volatilitas suku bunga serta menjaga pergerakan nilai tukar rupiah pada kisaran yang ditargetkan agar memberikan kepastian bagi para pelaku ekonomi.