Deterjen Bakal Kena Cukai, Unilever Siap Naikkan Harga?
UNVR pertimbangkan berbagai variabel jika ingin kerek harga.
Jakarta, FORTUNE - PT Unilever Indonesia Tbk merespons rencana pemerintah menerapkan kebijakan cukai detergen di tahun-tahun mendatang. Direktur Integrated Operation Unilever Indonesia Enny Hartati Sampurno mengatakan perusahaannya belum bisa menentukan strategi khusus melainkan hanya akan terus memonitor wacana tersebut untuk mengamankan pasar.
"Ini kan baru, ya, beritanya. Masih wacana. Jadi kalau dari kami pihak Unilever we will close the monitor. Kebijakannya seperti apa," ujarnya usai Public Expose di ICE, BSD, Rabu (15/6).
Meski demikian, Enny memastikan bahwa Unilever Indonesia akan terus mematuhi ketentuan yang ditetapkan pemerintah. Ia juga tak memungkiri bahwa pengenaan cukai akan turut mengerek harga produk detergen yang mereka produksi.
Namun, ada banyak variabel yang perlu dipertimbangkan jika perusahaan nantinya memutuskan menaikkan harga jual imbas pengenaan cukai tersebut.
"Tentu dari perusahaan kita selalu mematuhi apa kebijakan pemerintah. Makanya saya tidak bisa berandai-andai, kalau misalnya itu terjadi nanti kita akan lihat lagi," tuturnya.
Di sisi lain, Enny juga menyebut bahwa perusahaannya memiliki keunggulan dari sisi kekuatan brand. Pasalnya, Unilever Indonesia merupakan market leader di 13 dari 15 kategori pasar yang mereka geluti.
Khusus untuk produk detergen, Unilever Indonesia memiliki merek Rinso yang cukup populer di kalangan masyarakat. Karena itu, kenaikan harga bukan satu-satunya cara bagi Unilever untuk mengamankan pasar ke depan. "Karena kalau kenaikan harga ada variabel yang perlu kita pikirkan. Apakah brand strange [...] jadi kita akan closly monitor wacana cukai detergen ini," tegasnya.
Wacana ekstensifikasi cukai
Sebelumnya, pemerintah menyatakan tengah mengkaji kebijakan ekstensifikasi cukai untuk mengendalikan konsumsi sejumlah komoditas. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu mengatakan beberapa barang yang bakal dikenakan cukai dalam waktu dekat adalah pelastik dan minuman berpemanis dalam kemasan.
Namun, di luar itu, pemerintah juga tengah mengkaji pengenaan cukai untuk bahan bakar minyak (BBM), detergen dan ban karet.
"Kami melakukan persiapan terus untuk pelastik dan juga minuman berpemanis dalam kemasan. Yang sedang kita kaji adalah beberapa konteks kedepan dalam pengendalian konsumsi seperti BBM ban karet dan detergen," ujarnya dalam rapat di Badan Anggaran DPR, Senin (13/6).
Febrio menjelaskan, selama ini penerimaan cukai masih didominasi oleh cukai hasil tembakau (CHT) atau rokok. Di luar itu, ada pula cukai ethyl alcohol dan minuman mengandung alkohol (MMEA) seperti bir, anggur, gin, whiskey, dan sebagainya.
Padahal, kata Febrio, banyak barang yang konsumsinya dapat dikendalikan dengan instrumen cukai karena dapat menimbulkan efek buruk. Selain itu pengenaan cukai pada barang-barang tersebut juga bisa menambah penerimaan negara dari sisi perpajakan.
"Bapak ibu sekalian memahami sekali bahwa untuk kepabeanan dan cukai didominasi penerimaan CHT," tuturnya dihadapan anggota parlemen.