Harga Minyak Dunia Alami Fluktuasi Tajam, Ini Dampaknya!

- Harga minyak dunia fluktuatif, Brent Crude turun 7,2 persen ke USD71,48 per barel.
- Indonesia masih dalam batas aman APBN 2025 dengan harga saat ini di bawah USD75 per barel.
- Pemerintah dorong pemanfaatan sumber daya alam dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor energi.
Jakarta, FORTUNE - Harga minyak dunia masih menjadi sorotan utama meski ketegangan geopolitik Israel-Iran dikabarkan sudah mereda setelah muncul gencatan senjata. Konflik belum menunjukkan tanda-tanda akan sepenuhnya berhenti, sehingga memengaruhi fluktuasi harga minyak global secara signifikan.
Secara tak langsung, kondisi tersebut menciptakan ketidakpastian di pasar energi dunia dan memicu kekhawatiran banyak negara, termasuk Indonesia. Lantas, bagaimana harga minyak dunia saat ini dan proyeksi pergerakannya ke depan? Berikut penjelasan selengkapnya!
Harga minyak dunia bergerak fluktuatif
Sejumlah harga minyak mentah dunia mencatatkan pergerakan yang cukup signifikan dalam beberapa waktu terakhir. Berdasarkan data Oil Price, harga West Texas Intermediate (WTI) tercatat naik ke level USD 65,21 per barel, menguat 1,30%.
Sementara itu, Brent Crude juga mengalami kenaikan ke USD 67,98 per barel atau meningkat 1,25%. Namun, kondisi berbeda terjadi pada Murban Crude yang justru turun tajam sebesar 6,06% ke angka USD 67,84.
Komoditas energi lain seperti gas alam juga mencatatkan kenaikan tipis ke USD 3,570 per MMBtu.
Kendati sempat menguat, harga minyak dunia kembali melemah pada Senin, 24 Juni 2025. Penurunan ini terjadi setelah Iran menyatakan tidak akan menutup Selat Hormuz, jalur pelayaran strategis bagi ekspor minyak dunia. Pernyataan tersebut disampaikan setelah Iran meluncurkan serangan balasan berupa rudal ke pangkalan militer Amerika Serikat di Qatar.
Mengutip laporan Reuters (24/6), harga minyak Brent ditutup turun USD 5,53 atau 7,2% ke level USD 71,48 per barel. Adapun WTI jatuh ke posisi USD 68,51 dengan persentase penurunan yang sama. Ini menjadi penurunan harian terbesar untuk Brent sejak Agustus 2022.
Dampak terhadap Indonesia dan APBN 2025
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyatakan bahwa harga minyak saat ini masih berada dalam batas aman terhadap asumsi makro APBN 2025 sekitar USD82 per barel. Ia mengungkapkan selama beberapa bulan terakhir, harga minyak belum menyentuh angka USD75.
“Artinya, dari sisi anggaran, posisi kita masih cukup baik,” ujar Bahlil dalam pernyataan pers di Jakarta dikutip pada Senin, (24/6).
Meski demikian, ia tidak menutup kemungkinan harga dapat kembali melonjak jika konflik di Timur Tengah memanas lago. Menanggapi potensi tersebut, Bahlil menyampaikan Indonesia harus memperkuat ketahanan internal.
“Kemarin saya ditanyakan tentang hal ini, katanya harga minyak akan potensi naik melebihi asumsi di dalam APBN. Saya katakan, berdoa saja. Karena hanya doa dan ikhtiar kita secara internal yang bisa menyelamatkan kita,” ujarnya dalam acara Jakarta Geopolitical Forum IX/2025 yang diselenggarakan oleh Lemhannas.
Lebih lanjut, Bahlil menekankan dalam situasi global yang tidak menentu, Indonesia tidak bisa mengandalkan dukungan dari negara lain. Sebab, hampir semua negara lebih fokus pada kepentingan nasional masing-masing.
Strategi ketahanan energi Indonesia
Di tengah dinamika global yang terus berubah, Bahlil menegaskan pentingnya memperkuat ketahanan energi nasional. Ia menyebutkan harga minyak dunia yang sempat naik ke kisaran USD78 hingga USD79 per barel, kemudian turun ke level USD 67–68 per barel.
Meskipun kondisi ini memberikan sedikit kelonggaran bagi APBN, pemerintah tetap harus mewaspadai potensi perubahan cepat yang bisa terjadi sewaktu-waktu.
"Apa yang hari ini terjadi belum tentu besoknya seperti ini. Kita lihat perkembangannya lagi, baru kemudian kita bisa melakukan kajian,” ungkap Bahlil.
Untuk mengantisipasi gejolak harga minyak global, pemerintah mendorong pemanfaatan sumber daya alam dalam negeri secara maksimal. Langkah ini dilakukan sebagai bagian dari strategi jangka panjang untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor energi dan dampak fluktuasi harga internasional.
Selain itu, Indonesia juga memperkuat kerja sama internasional berdasarkan prinsip politik luar negeri bebas aktif, tanpa berpihak pada kekuatan global tertentu.
"Kita tidak berpihak kepada satu negara mana pun. Negara mana yang menguntungkan untuk kita dan sama-sama untung, maka kita lakukan kerja sama,” pungkas Bahlil.