Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Ihwal Tarif Trump, Indonesia Tak Dipaksa Impor BBM dari AS

ilustrasi kilang minyak (unsplash.com/mantasos)
Intinya sih...
  • Pemerintah Indonesia menegaskan tidak dipaksa impor BBM dari AS.
  • PT Kilang Pertamina Internasional telah menandatangani MoU dengan ExxonMobil, Chevron, dan KDT Global Resources LLC.
  • Potensi impor komoditas energi senilai US$15 miliar dan impor komoditas agribisnis senilai US$4,5 miliar tetap akan mengacu pada analisis kebutuhan dan kelayakan ekonomi.

Jakarta, FORTUNE - Pemerintah menyatakan Indonesia tidak dalam posisi dipaksa mengimpor bahan bakar minyak (BBM) dari Amerika Serikat (AS) menyusul kesepakatan tarif di antara kedua negara.

Nota kesepahaman (MoU) yang telah diteken oleh PT Pertamina (Persero) lewat PT Kilang Pertamina Internasional dengan tiga raksasa energi AS hanya bersifat awal dan akan ditindaklanjuti berdasarkan kajian bisnis matang.

Kesepakatan tersebut merupakan bagian dari tindak lanjut penurunan tarif resiprokal terhadap produk ekspor Indonesia ke AS, dari 32 persen menjadi 19 persen, yang akan berlaku efektif mulai 1 Agustus 2025. Meski salah satu poin kerja sama menyebutkan nilai potensi impor komoditas energi dari AS mencapai US$15 miliar, pemerintah menekankan semua langkah selanjutnya tetap berdasarkan pertimbangan ekonomi dan bukan kewajiban mutlak.

"Sudah pasti nanti juga tergantung ke perhitungan bisnisnya seperti apa. Jadi tidak serta-merta kita dipaksa beli, tidak begitu," kata Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, saat ditemui di kantornya di Jakarta, Jumat (18/7).

Ia menjelaskan saat ini PT Kilang Pertamina Internasional telah menandatangani MoU dengan tiga perusahaan energi terbesar asal AS, yakni ExxonMobil, Chevron, dan KDT Global Resources LLC. Kerja sama itu mencakup potensi pengadaan crude oil (minyak mentah), gasoline (bensin), dan LPG, sekaligus rencana investasi kilang di Indonesia.

Meski demikian, Susiwijono menegaskan nota kesepahaman tersebut masih bersifat umum. Proses negosiasi akan terus dilanjutkan bersama perwakilan United States Trade Representative (USTR), termasuk melalui penyusunan joint statement yang akan memuat detail skema kerja sama.

"Nanti akan kita detailkan lagi. Kita masih akan terus bertemu dengan USTR. Dan itu bukan kita dipaksa, kita juga akan diuntungkan dengan itu," ujarnya.

Salah satu potensi yang bakal ditindaklanjut dan masih dikaji pemerintah adalah pembangunan kawasan ekonomi khusus (KEK) baru di Indonesia, yang peruntukannya akan diinformasikan pada kesempatan lain, karena masih dalam proses kajian.

Susiwijono juga memastikan tidak ada kuota tertentu yang dibebankan dalam kerja sama ini.

“Enggak ada kuota sama sekali,” ujarnya.

Selain komoditas energi, Indonesia juga sepakat membuka impor komoditas agribisnis dari AS senilai US$4,5 miliar. Namun, sama seperti sektor energi, realisasi impor tersebut tetap akan mengacu pada analisis kebutuhan dan kelayakan ekonomi.

Dengan pendekatan ini, pemerintah berharap kesepakatan dagang dengan AS tidak hanya membuka akses pasar lebih luas bagi produk ekspor Indonesia, tetapi juga memperkuat posisi strategis Indonesia dalam menjaga keamanan pasokan energi nasional.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Bonardo Maulana
EditorBonardo Maulana
Follow Us