INDEF: Koperasi Merah Putih Rentan Jadi Sumber Moral Hazard Masyarakat

- Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) ditutup sehari setelah diluncurkan oleh Presiden Prabowo Subianto
- INDEF menyatakan kurangnya pengawasan pemerintah terhadap KDMP dapat menyebabkan sumber moral hazard di masyarakat
- Pengawasan OJK diperlukan saat KDMP mulai mengelola dana masyarakat dan dibutuhkan sistem pelaporan berbasis teknologi secara real-time
Jakarta, FORTUNE – Baru sehari diluncurkan oleh Presiden Prabowo Subianto secara daring, Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) Desa Pucangan, Kabupaten Tuban, Jawa Timur dibongkar. Video ini sempat viral dan menjadi perbincangan masyarakat di media sosial. Diketahui, pembongkaran ini dilakukan lantaran lembaga koperasi diputus kontrak oleh PT Perkonomian Pondok Pesantren Sunan Drajat sebagai penyedia lokasi hingga anggota pengurus.
Kondisi ini menjadi cerminan kurangnya persiapan pemerintah dalam menciptakan program besar. Padahal, dalam skema yang dibentuk pemerintah, penggunaan lahan Koperasi Merah Putih akan menggunakan lahan milik instansi pemerintah maupun BUMN.
Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) bahkan memandang situasi ini menjadi contoh kecil lalainya pengawasan pemerintah terhadap pengelolaan Koperasi Merah Putih yang dinilai sangat mikro.
Kepala Pusat Ekonomi Digital dan UKM INDEF, Izzudin Al Farras Adha bahkan menyatakan lembaga ini rentan menjadi sumber moral hazard di masyarakat. Apalagi, setiap desa direncanakan akan menerima sebesar Rp3 miliar hingga Rp5 miliar untuk pendirian koperasi ini. Sehingga total kebutuhan anggaran untuk program ini diperkirakan mencapai Rp240 triliun hingga Rp400 triliun. Dana ini bersumber dari Dana Desa, Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank BUMN, investor swasta, dan donor internasional.
“Pengucuran dana besar tanpa sistem kontrol yang ketat rentan terhadap penyalahgunaan, korupsi, dan kredit bermasalah. Jika hal ini terjadi, bukan hanya koperasi yang akan gagal, tetapi juga kepercayaan masyarakat terhadap program ini bisa hilang,” kata Izzudin melalui keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (24/7).
Tidak hanya itu, sikap masyarakat atau pengurus yang kurang kompeten bisa menimbulkan sifat permisif terhadap bantuan dari pemerintah, dikhawatirkan pendanaan ini menjadi moral hazard. Di mana masyarakat atau pengurus koperasi merasa tidak berkewajiban mengelola dana secara produktif karena menganggap dana tersebut sebagai “hadiah” atau “bantuan” yang tidak perlu dipertanggungjawabkan.
Urgensi pengawasan Koperasi Merah Putih

Pada tahap awal, koperasi masih berfokus pada aktivitas produksi dan distribusi masyarakat desa dan tetap berada di bawah pengawasan Kementerian Koperasi (Kemenkop). Namun, jika koperasi mulai mengelola dana masyarakat, lanjut Izzudin, maka diperlukan keterlibatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), setidaknya dalam bentuk notifikasi, pencatatan, atau kemitraan pengawasan berbasis risiko.
“Tumpang tindih regulasi dapat terjadi ketika koperasi mengalami transformasi dari close loop menjadi open loop. Selain itu, masih terdapat kesenjangan kapasitas di kalangan koperasi kecil, khususnya di daerah terpencil, yang kesulitan memenuhi standar pengawasan OJK,” katanya.
Di era digital, dibutuhkan juga sistem pelaporan berbasis teknologi secara real-time untuk memperkuat pengawasan. Dalam konteks ini, kolaborasi antara Kemenkop dan OJK juga menjadi sangat penting untuk mencegah terjadinya celah regulasi, terutama saat koperasi mulai memperluas layanannya ke sektor keuangan. Sinergi ini juga diperlukan untuk memastikan koperasi tetap menjaga prinsip dasar koperasi, seperti gotong royong dan keadilan, sembari memenuhi standar tata kelola keuangan.
Seperti diketahui sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto telah meresmikan kelembagaan sejumlah 80.081 Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP/KKMP) di seluruh Indonesia. Pemerintah berharap hadirnya lembaga ini dapat memacu perekonomian daerah.