Menkes Sebut Data Masih Jadi Kendala untuk PBI BPJS Kesehatan

- Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, mengungkapkan perbedaan data antarlembaga pemerintah menjadi kendala utama dalam program Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan.
- Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, BPS, Dukcapil, hingga BPJS Kesehatan memiliki data peserta PBI yang tidak sepenuhnya sinkron.
- Kemenkes bersama Kemensos, Kemendagri, dan BPJS sepakat menggunakan Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) milik BPS sebagai sumber data utama verifikasi peserta PBI.
Jakarta, FORTUNE - Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, secara terbuka mengakui data Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan yang tidak sinkron antarlembaga pemerintah telah menjadi masalah kronis. Menurutnya, kekacauan data ini bahkan menjadi temuan audit tahunan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah telah menyepakati solusi fundamental, yaitu dengan menggunakan satu sumber data acuan tunggal yang dikelola oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi IX DPR di Jakarta, Selasa (15/7), Budi menggambarkan betapa rumitnya birokrasi akibat perbedaan data antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Dukcapil, hingga BPJS Kesehatan.
“Data ini beda-beda. Setiap tahun kena audit BPK karena datanya enggak cocok. BPK bilang ini harus dikembalikan, harus dibayar lagi. Menkes dikejar-kejar, menkes kejar BPJS, BPJS kejar rumah sakit, rumah sakit marah, terus marahnya ke bupati. Akhirnya semua pusing,” ujar Budi.
Sebagai jalan keluar, Budi menjelaskan bahwa Kemenkes, Kementerian Sosial (Kemensos), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan BPJS Kesehatan telah bersepakat menjadikan Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) milik BPS sebagai satu-satunya acuan verifikasi dan validasi peserta PBI.
“Saya, Pak Mensos, Pak Mendagri, dan BPJS sepakat semua pemutakhiran data boleh dilakukan masing-masing. Tapi setelah itu semua kembali ke data BPS,” kata Budi.
Lebih lanjut, Budi mengusulkan agar proses pemutakhiran data ke depan dipusatkan di Kementerian Sosial. Alasan utamanya adalah karena Kemensos merupakan lembaga yang memiliki wewenang untuk menerbitkan Surat Keputusan (SK) penetapan peserta penerima bantuan.
Dengan mekanisme ini, peran Kementerian Kesehatan akan lebih sederhana.
“Pak Mensos bisa panggil Kemenkes, Dukcapil, BPJS, semua untuk memutakhirkan data. Karena yang mengeluarkan SK itu Kemensos. Kemenkes tetap bayar iurannya karena SK-nya dari sana,” kata Budi.
Untuk memberikan gambaran besarnya program ini, Kemenkes turut memaparkan realisasi anggaran PBI. Dari pagu anggaran 2025 sebesar Rp46,4 triliun, realisasi pembayaran hingga Juni 2025 telah mencapai Rp23,15 triliun. Adapun total pembayaran iuran PBI sepanjang 2024 mencapai Rp48,3 triliun.
Budi berharap, penggunaan data tunggal ini tidak hanya berhenti pada program PBI, tetapi juga dapat diintegrasikan dengan program bantuan sosial lainnya seperti Program Keluarga Harapan (PKH) untuk menciptakan sistem penyaluran bansos yang lebih tepat sasaran.