Perang Dagang Mereda, Trump Tunda Kenaikan Tarif atas Tiongkok 90 Hari

- Trump menunda kenaikan tarif impor Tiongkok selama 90 hari, menghindari eskalasi konflik dan memberi kelegaan bagi peritel AS.
- Tarif AS atas barang-barang Tiongkok tetap 30 persen, sementara Tiongkok akan membalas dengan bea masuk 10 persen.
- Kementerian Perdagangan Tiongkok juga menunda penerapan tarif tambahan dan pembatasan investasi terhadap perusahaan-perusahaan AS.
Jakarta, FORTUNE - Pemerintahan Presiden Donald Trump memberikan jeda penting dalam perang dagang melawan Tiongkok melalui penundaan kenaikan tarif impor selama 90 hari. Keputusan yang diumumkan pada Senin (11/8) waktu setempat ini menghindari eskalasi konflik yang dapat mengguncang perekonomian global dan memberikan kelegaan signifikan bagi para peritel Amerika Serikat (AS) yang tengah bersiap menyambut musim belanja akhir tahun.
Penundaan ini, yang dikonfirmasi seorang pejabat Gedung Putih kepada CNBC, mengemuka hanya beberapa jam sebelum tarif hukuman dijadwalkan kembali berlaku pada Selasa.
Trump menandatangani perintah eksekutif yang memperpanjang tenggat waktu hingga pertengahan November. Langkah ini sejalan dengan hasil putaran terakhir negosiasi di Stockholm pada akhir Juli.
Memo resmi Gedung Putih yang dirilis kemudian menegaskan bahwa perpanjangan diperlukan karena diskusi terus berlanjut.
"Amerika Serikat terus berdiskusi dengan RRT (Republik Rakyat Tiongkok) demi mengatasi kurangnya timbal balik perdagangan dalam hubungan ekonominya serta kekhawatiran keamanan nasional dan ekonomi yang diakibatkannya," demikian bunyi perintah eksekutif tersebut.
Tanpa perpanjangan ini, tarif AS atas barang-barang Tiongkok akan melonjak ke level 145 persen, sementara Tiongkok akan membalas dengan bea masuk 125 persen. Angka tersebut secara efektif akan menciptakan embargo dagang virtual antara dua perekonomian terbesar dunia. Untuk saat ini, tarif AS atas impor Tiongkok tetap 30 persen dan tarif balasan Tiongkok 10 persen.
Reuters melaporkan bahwa Kementerian Perdagangan Tiongkok mengeluarkan pengumuman jeda serupa pada Selasa pagi, menunda penerapan tarif tambahan dan pembatasan investasi terhadap perusahaan-perusahaan AS.
Berita ini disambut dengan optimisme pada pasar Asia yang bergerak menguat. Bagi peritel AS, penundaan ini sangat vital karena memungkinkan mereka mengisi inventaris untuk musim Natal—mencakup barang elektronik, pakaian, dan mainan—dengan tarif lebih rendah.
Meskipun memberikan ruang bernapas, sejumlah analis mengingatkan bahwa akar masalah belum tersentuh. Trump, melalui unggahan pada platform Truth Social, Minggu, sempat menekan Tiongkok "segera melipatgandakan" pesanan kedelai AS.
"Apa yang akan dia tawarkan sebagai imbalan?" tanya Xu Tianchen, ekonom senior di Economist Intelligence Unit, seperti dikutip Reuters. "Tiongkok berkata: 'Anda harus mengizinkan kami membeli lebih banyak barang berteknologi tinggi,' tetapi AS enggan."
Dinamika ini mencerminkan kebijakan perdagangan Trump yang sering kali tidak dapat diprediksi. Kelly Ann Shaw, mantan pejabat Gedung Putih, menyebut situasi ini khas gaya negosiasi Trump.
"Bukan negosiasi ala Trump jika tidak berjalan sampai menit terakhir," ujarnya.
Pada akhirnya, perpanjangan jeda tarif ini membeli waktu. Ryan Majerus, mantan pejabat perdagangan AS, berpendapat langkah ini akan mengurangi kecemasan kedua belah pihak.