Rachmat Gobel: Investor Lama Dianaktirikan, Pemain Baru Dapat 'Karpet Emas'

- Rachmat Gobel menyoroti kebijakan pemerintah yang lebih memanjakan investor baru daripada pelaku usaha lama.
- Gobel mengkritisi insentif berlebihan untuk kendaraan listrik (EV) dan hybrid, serta masuknya investor dengan kualitas tidak jelas.
- Menteri Investasi Rosan Roeslani menyambut baik masukan tersebut.
Jakarta, FORTUNE - Pemerintah didesak menerapkan kebijakan investasi lebih adil dan tidak hanya berfokus memanjakan investor baru dengan berbagai kemudahan. Kritikan ini datang dari Ketua Umum Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Japan (PPIJ), Rachmat Gobel, yang menilai pelaku usaha lama yang telah berkontribusi besar bagi perekonomian nasional justru kurang mendapat perhatian.
Komentar tajam tersebut disampaikan Rachmat dalam forum Indonesia-Japan Executive Dialogue 2025 di Jakarta, Rabu (6/8). Menurutnya, banyak investor, terutama dari Jepang, yang telah puluhan tahun menanamkan modal pada sektor otomotif dan elektronik kini merasa dikesampingkan.
Pemerintah, kata dia, sebaliknya, memberikan kemudahan dan insentif istimewa bagi para pemain baru.
“Sekarang ini terasa, karena dia investor baru masuk, kayaknya karpet bukan merah, tapi udah lebih kayak emas. Padahal banyak investor di Indonesia yang sudah lama berkontribusi, menurut saya agak kurang diperhatikan,” ujar Rachmat.
Ironisnya, kritik ini muncul di tengah tren positif investasi Jepang di Indonesia. Laporan terbaru dari Japan Bank for International Cooperation (JBIC) per Januari 2025 menunjukkan peringkat Indonesia sebagai tujuan investasi Jepang naik ke posisi kedua secara global. Posisi ini meningkat signifikan dari peringkat kelima pada Mei 2024.
Gobel, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI, menyoroti ketimpangan insentif yang diberikan pemerintah, khususnya pada sektor kendaraan listrik (EV). Menurutnya, teknologi hibrida yang kontribusinya dalam menekan emisi CO2 dinilai lebih signifikan, seharusnya mendapat perlakuan sama.
“Sekarang banyak mobil EV yang kurang bagus, orang mulai lari ke hybrid. Pemerintah jangan cuma fokus di satu titik,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menekankan investasi dari Jepang tidak hanya membawa modal, tetapi juga transfer teknologi dan pembangunan sumber daya manusia (SDM) lokal. Ia mengingatkan agar pemerintah memastikan proyek investasi besar tidak mengabaikan aspek ini.
“Jangan sampai orang mau investasi besar-besaran, tahu-tahu pekerjanya dari Cina masuk semua. Kan repotlah. Jadi harus diperhatikan,” katanya.
Pemerintah merespons, fokus bergeser ke kualitas
Menanggapi kritik tersebut, Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM, Rosan Roeslani, menyatakan pemerintah menyambut baik masukan tersebut dan tengah mengubah arah kebijakan investasi.
Rosan menegaskan, sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto, fokus saat ini adalah menjaga komitmen jangka panjang dari para investor yang telah beroperasi puluhan tahun di Indonesia.
“Permintaan Presiden (Prabowo Subianto), kita sekarang fokus menjaga investor yang sudah membelanjakan triliunan dolar bertahun-tahun di Indonesia. Sekarang di BKPM, kita juga mulai menganalisa kekuatan investor yang masuk, baik dari sisi finansial maupun teknologinya,” kata Rosan.
Ia menambahkan, pemerintah tidak lagi hanya mengejar kuantitas, tetapi juga kualitas investasi. Untuk memastikan hal ini, BKPM telah membentuk tim khusus yang bertugas mengevaluasi kelayakan calon investor secara ketat.
“Kita tidak mau di tengah jalan mereka bermasalah, baik karena kondisi di negaranya maupun dari sisi finansialnya. Maka kita lakukan evaluasi ketat sebelum mereka masuk,” ujar Rosan.