Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Retno Marsudi Ungkap Tiga Masalah Utama dalam Atasi Krisis Air Dunia

WhatsApp Image 2025-07-17 at 16.06.48.jpeg
The UN Special Envoy on Water, Retno Marsudi saat memaparkan masalah dunia yang saat ini dihadapi adalah krisis air saat Kagama Leaders Forum di Gedung RRI, Jakarta, Kamis (17/7). (Eko Wahyudi/Fortune Indonesia)
Intinya sih...
  • Retno Marsudi mengungkap tiga tantangan utama dalam mengatasi krisis air global.
  • 72 persen air tawar global digunakan untuk sektor pertanian.
  • Kemitraan global diperlukan demi memperkuat ketahanan air dan pangan.

Jakarta, FORTUNE - Retno Marsudi, yang kini menjabat sebagai Utusan Khusus PBB untuk Isu Air, mengungkapkan tiga tantangan utama yang dihadapi dunia dalam mengatasi krisis air global. Tiga tantangan tersebut adalah: too much (banjir), too little (kekeringan), dan too political (air menjadi isu politis).

Problemnya, ia menyatakan betapa pentingnya air terhadap ketahanan pangan.

“Air adalah kehidupan. Tidak ada satu pun kehidupan tanpa air. Saat kita bicara ketahanan pangan, kita tidak bisa menghindar untuk terlebih dulu bicara ketahanan air,” kata Retno dalam acara Kagama Leaders Forum di Gedung RRI, Jakarta, Kamis (17/7).

Retno Marsudi, yang sempat menjabat sebagai Menteri Luar Negeri selama dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo, kini berkonsentrasi pada isu strategis global seperti krisis air. Sebagai satu-satunya diplomat Indonesia yang dipercaya menjadi utusan khusus untuk isu air oleh PBB, Retno menilai krisis air saat ini sangat mengkhawatirkan dan dapat mengancam ketahanan pangan dunia.

Ia memaparkan bahwa 72 persen air tawar global digunakan untuk sektor pertanian. Misalnya, untuk memproduksi 1 kilogram beras dibutuhkan sekitar 2.500 liter air, sementara jagung membutuhkan 900 liter per kilogram. Artinya, produksi pangan sangat bergantung pada ketersediaan air.

Namun, menurut Retno, dunia kini menghadapi tantangan serius. Satu dari empat orang mengalami kekurangan air, dan diperkirakan pada 2050, sebanyak tiga per empat populasi dunia akan terdampak kekeringan.

Dalam periode yang sama, populasi dunia diperkirakan mencapai 10 miliar jiwa, yang akan meningkatkan permintaan pangan hingga 50 persen dan air tawar hingga 30 persen.

“Sayangnya, perubahan iklim memperparah semua tantangan ini, dan infrastruktur air pun menghadapi kesenjangan pendanaan yang besar. Hanya 1,2 persen dari total belanja publik global dialokasikan untuk infrastruktur air, dan 90 persen pendanaan masih bergantung pada anggaran pemerintah. Partisipasi swasta baru 2 persen,” ujarnya.

Perlu kemitraan dalam memperkuat ketahanan air

Retno menggarisbawahi perlunya kemitraan global demi memperkuat ketahanan air dan pangan. Dalam konteks Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), air dan pangan saling terkait erat, khususnya dengan SDG nomor 2 tentang zero hunger.

Namun, dengan hanya lima tahun tersisa menuju 2030, data menunjukkan baru 17 persen target SDGs yang tercapai. Bahkan, hampir 10 persen populasi dunia masih mengalami kelaparan, meningkat dari 7,5 persen pada 2019.

“Bisnis seperti biasa sudah tidak bisa dilakukan. Kita harus bertindak tegas. Transformasi sistem agri-pangan menjadi lebih efisien, inklusif, tahan guncangan, dan berkelanjutan adalah kunci,” katanya.

Lebih lanjut, Retno mendorong pendekatan produce more with less, yaitu menghasilkan lebih banyak pangan dengan penggunaan air yang lebih sedikit.

Ia juga menekankan pentingnya pendekatan pengelolaan sumber daya air terpadu (integrated water resources management), didukung oleh data yang kuat, teknologi, dan kecerdasan buatan (AI) agar pengambilan kebijakan menjadi tepat sasaran.

“Tantangan data adalah masalah utama di negara berkembang, padahal mayoritas penduduknya bekerja di sektor-sektor yang bergantung pada air. Di sinilah pentingnya inovasi,” ujar Retno.

Ia juga menyayangkan semangat kerja sama global. Anggaran pembangunan yang biasanya disalurkan negara maju kepada negara berkembang kini semakin menipis. Bahkan, Amerika Serikat telah menghentikan seluruh bantuan internasionalnya, seiring bergesernya fokus ke pertahanan.

Meski demikian, Retno mengajak semua pihak tetap optimistis dan bergerak bersama. Menurutnya, ketahanan pangan akan tercapai jika membangun ketahanan air lebih dulu.

“Air dan pangan tidak dapat dipisahkan, dan air merupakan kunci dari empat faktor, better production, better nutrition, better environment, better life for all, and leaving no one behind,” ujarnya.

 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Bonardo Maulana
EditorBonardo Maulana
Follow Us