Tarif Final RI-AS 19 Persen, Airlangga: Lebih Rendah dari Tetangga

- Tarif resiprokal RI-AS telah final pada level 19 persen, dan dianggap menguntungkan Indonesia
- Mayoritas tarif menuju 0 persen, hambatan non-tarif diselaraskan dengan AS
- Komoditas strategis Indonesia masih dalam negosiasi demi pembebasan bea masuk di AS
Jakarta, FORTUNE - Pemerintah Indonesia memastikan kesepakatan tarif resiprokal dengan Amerika Serikat (AS) telah mencapai angka final sebesar 19 persen. Angka ini disebut bersifat mengikat (binding) dan tidak akan berubah, menempatkan Indonesia pada posisi yang lebih kompetitif di kawasan Asia.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan kesepakatan tersebut merupakan hasil negosiasi tingkat tinggi antara Presiden Prabowo Subianto dan Presiden AS, Donald Trump.
Dia menekankan tarif 19 persen ini sangat menguntungkan karena lebih rendah dibandingkan negara tetangga seperti Vietnam dan Filipina (20 persen), Thailand (36 persen), serta Myanmar dan Laos (40 persen).
“Ini patut diapresiasi karena lebih rendah dari negara-negara lain di kawasan,” kata Airlangga usai sosialisasi tarif AS di Jakarta, Senin (21/7).
Keunggulan ini juga sangat terasa untuk sektor andalan tekstil dan produk tekstil (TPT). Dengan tarif baru ini, daya saing produk TPT Indonesia di pasar AS kini melampaui negara pengekspor lain seperti Bangladesh (35 persen), Sri Lanka (30 persen), Pakistan (29 persen), dan India (27 persen).
Meski angka telah final, Airlangga menyebut implementasi resmi kebijakan ini masih menunggu pernyataan bersama (joint statement) dari kedua negara. Ia menjelaskan, hingga pengumuman itu dibuat, tarif dasar (baseline tariff) sebesar 10 persen yang saat ini berlaku akan tetap digunakan.
“[Pengumuman lanjutan] bisa lebih cepat, bisa lebih lama, tetapi yang tetap berlaku adalah tarif [baseline tariff] yang 10 persen,” ujarnya.
Secara keseluruhan, kesepakatan ini mencakup 11.555 jenis tarif. Airlangga memaparkan, sekitar 60 persen di antaranya telah memiliki bea masuk di bawah 5 persen dan akan diturunkan lebih lanjut hingga mendekati nol, serupa model perjanjian dagang CEPA Indonesia dengan negara lain.
Kesepakatan ini menjadi langkah bersejarah, mengingat AS belum pernah memiliki perjanjian dagang formal dengan Indonesia. Selain tarif, kedua negara juga disebut telah menyelaraskan berbagai hambatan non-tarif.
“Memang Amerika ini selama ini belum menandatangani perjanjian dengan Indonesia. Tetapi dengan kemarin sudah disepakatinya tarif, maka akan dibandingkan lanjutnya dengan joint statement yang nanti waktunya akan diumumkan secara bersamaan,” ujar Airlangga.
Airlangga juga mengungkap beberapa komoditas strategis Indonesia yang saat ini masih dalam proses negosiasi demi mendapatkan pembebasan bea masuk di AS. Produk-produk ini meliputi crude palm oil (CPO), kopi, cokelat, rempah-rempah, kulit kayu manis, nikel, dan suku cadang pesawat—komoditas yang sebagian besar tidak diproduksi di AS dan memiliki nilai strategis tinggi.
“Perkara tarif kita sedang bicara line by line, jadi nanti akan ada pengumuman lanjutan,” katanya.