BPJPH Tegaskan Produk Nonhalal Wajib Cantumkan Informasi

Diatur dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 Pasal 92.

BPJPH Tegaskan Produk Nonhalal Wajib Cantumkan Informasi
Ilustrasi produk nonhalal. Shutterstock/Uwe Aranas
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Badan Penyelenggara Jaminan produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama menegaskan bahwa produk yang terbuat dari bahan yang tidak halal harus mencantumkan informasi bahwa mereka tidak halal.

"Prinsipnya, regulasi Jaminan Produk Halal bertujuan untuk menghadirkan perlindungan dan memberikan kemudahan bagi masyarakat bahwa produk yang halal itu jelas dan yang nonhalal juga jelas," ujar Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham, mengutip ANTARA pada Selasa (26/3).

Menurut Aqil, mulai tanggal 18 Oktober 2024, pemerintah akan menerapkan kewajiban sertifikasi halal. BPJPH menegaskan bahwa produk yang terbuat dari bahan yang tidak halal akan dikecualikan dari persyaratan sertifikasi halal. Dia memerinci bahwa produk seperti minuman beralkohol atau makanan yang mengandung daging babi tidak akan memperoleh sertifikat halal. Ini berarti, produk-produk tersebut dikecualikan dari kewajiban mendapatkan sertifikasi halal.

Berdasarkan regulasi JPH, ada tiga kelompok produk yang harus sudah bersertifikat halal seiring dengan berakhirnya penahapan pertama tersebut. Pertama, produk makanan dan minuman. Kedua, bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman. Ketiga, produk hasil sembelihan dan jasa penyembelihan.

Produk nonhalal masih bisa diperdagangkan

Aqil juga menjelaskan bahwa produk-produk tersebut tidak wajib untuk mendapatkan sertifikasi halal dan masih dapat diperdagangkan meskipun aturan sertifikasi halal telah diberlakukan mulai Oktober 2024. Namun, ada persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu produk tersebut harus secara jelas diberi penjelasan atau gambaran bahwa mereka terbuat dari atau mengandung unsur non halal. Sebagai contoh, produk yang mengandung daging babi harus mencantumkan penjelasan atau gambar babi pada kemasannya.

Ketentuan tersebut diatur dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 Pasal 92, yang mewajibkan pelaku usaha yang memproduksi produk dari bahan yang diharamkan untuk mencantumkan keterangan tidak halal. Keterangan tersebut dapat berupa gambar, tanda, atau tulisan yang ditempatkan pada kemasan produk, bagian tertentu dari produk, atau tempat tertentu pada produk.

Selanjutnya, Pasal 93 menyatakan bahwa produk yang terbuat dari bahan yang diharamkan juga harus mencantumkan keterangan tidak halal, baik berupa gambar, tulisan, atau nama bahan dengan menggunakan warna yang berbeda pada komposisi bahan, seperti warna merah.

"Undang-undang Nomor 33 dan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 juga mengatur bahwa pencantuman keterangan tidak halal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 dan pasal 93 harus mudah dilihat dan dibaca serta tidak mudah dihapus, dilepas, dan dirusak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," kata Aqil.

Dengan demikian, sertifikasi halal dapat menjadi bukti kehalalan produk dan untuk perlindungan konsumen sebelum menggunakan atau mengonsumsi produk.

Related Topics

BPJPHIndustri Halal

Magazine

SEE MORE>
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024

IDN Channels

Most Popular

Mega Insurance dan MSIG Indonesia Kolaborasi Luncurkan M-Assist
Siapa Pemilik Grab? Perusahaan Jasa Transportasi Terbesar
Harga Saham GoTo Group (GOTO) Hari Ini, 22 November 2024
Booming Chip Dorong Pertumbuhan Ekonomi Singapura
Pimpinan G20 Sepakat Kerja Sama Pajaki Kelompok Super Kaya
Dorong Bisnis, Starbucks Jajaki Kemitraan Strategis di Cina