Jakarta, FORTUNE - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan Fatwa MUI nomor 11 Tahun 2022 tentang Hukum Vaksin Covid-19 produksi Cansino Biologics Inc, Cina. Pada beleid tersebut, vaksin Cansino dinyatakan haram.
Putusan fatwa ini telah ditandatangani oleh Ketua Umum MUI Miftachul Akhyar, Sekjen MUI Amirsyah Tambunan, Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin AF, dan Sekretaris Komisi Fatwa MUI Miftahul Huda pada 7 Februari 2022.
"Vaksin Covid-19 produk Cansino hukumnya haram," demikian bunyi fatwa yang dikutip dalam laman resmi MUI, Senin (4/7).
Menggunakan ginjal embrio bayi manusia
MUI memaparkan alasan pemberian fatwa haram pada vaksin yang juga dikenal dengan nama Convidecia ini.
Ditemukan bahwa proses produksi vaksin Cansino tidak melibatkan pemanfaatan babi atau bahan yang tercemar babi dan turunannya. Di samping itu, pembuatan vaksin juga menggunakan fasilitas produksi yang suci dan hanya digunakan untuk produksi vaksin Covid-19.
Namun, tahapan produksi vaksin tersebut memanfaatkan bagian tubuh manusia yang berasal dari embrio bayi.
Merujuk kepada pendapat, saran, dan masukan dalam sidang pleno komisi fatwa tanggal 7 Februari 2022, disimpulkan vaksin CanSino haram.
"Hukumnya haram karena dalam tahapan proses produksinya memanfaatkan bagian anggota tubuh manusia (jus' minal insa), yaitu sel yang berasal dari ginjal embrio bayi manusia," demikian bunyi fatwa tersebut.
Fatwa haram vaksin Covovaxmirnaty
Sebelumnya, MUI menetapkan vaksin Covid-19 produksi Serum Institute of India Pvt bernama Covovaxmirnaty haram.
Berdasarkan kajian ditemukan bahwa dalam tahapan produksinya ditemukan pemanfaatan enzim dari pankreas babi.
"Vaksin Covid-19 produksi Serum Institute of India Pvt hukumnya adalah haram karena dalam tahapan proses produksinya ada pemanfaatan enzim dari pankreas babi," demikian bunyi fatwa Nomor 10 Tahun 2022 tentang Hukum Vaksin Covid-19 Produksi Serum Institute of India Pvt yang juga ditetapkan pada 07 Februari 2022.
Rekomendasi MUI
Adanya fatwa terkait vaksin haram, MUI mengeluarkan sejumlah rekomendasi, di antaranya sebagai berikut.
Pertama, pemerintah harus memprioritaskan penggunaan vaksin Covid-19 yang halal semaksimal mungkin, khususnya untuk umat Islam. Pemerintah perlu mengoptimalkan pengadaan vaksin Covid-19 yang bersertifikat halal.
Kedua, pemerintah harus memastikan vaksin Covid-19 lain yang akan digunakan agar disertifikasi halal dalam kesempatan pertama guna mewujudkan komitmen pemerintah terhadap vaksinasi yang aman dan halal.
Ketiga, pemerintah harus menjamin dan memastikan keamanan vaksin yang digunakan.
Pemerintah tidak boleh melakukan vaksinasi dengan vaksin yang–berdasarkan pertimbangan ahli yang kompeten dan terpercaya–menimbulkan dampak membahayakan.