Jakarta, FORTUNE - Kementerian Agama (Kemenag) kembali mengusulkan tambahan biaya penyelenggaraan ibadah haji atau BPIH. Semula BPIH sebesar Rp313,38 miliar diusulkan menjadi Rp288,31 miliar untuk kuota tambahan haji 2023.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Hilman Latief, menjelaskan kebutuhan biaya untuk kuota tambahan sebanyak 7.360 jemaah haji reguler akan diambil dari nilai manfaat.
“Demi memenuhi prinsip keadilan jemaah haji, kebutuhan biaya untuk kuota tambahan 7.360 diambilkan dari nilai manfaat, sehingga kami melakukan penyesuaian usulan anggaran kuota tambahan jemaah haji reguler yang semula Rp313.379.436.950,82 untuk 8.000 jemaah menjadi Rp288.312.382.288,42 untuk 7.360 jemaah haji reguler,” ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VIII DPR RI dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) di Kompleks Parlemen, Senin (22/5).
Hilman menjelaskan beberapa pertimbangan usulan terkait anggaran tambahan ini. Hal yang menjadi acuan di antaranya, kurs mata uang asing sama dengan penetapan BPIH, frekuensi manasik di kabupaten/kota sebanyak dua kali, dan manasik di tingkat KUA tiga kali.
"Dengan pertimbangan waktu pelaksanaan yang semakin dekat dengan waktu pemberangkatan," ujar dia.
Persentase Bipih masih dikaji
Kepala BPKH, Fadlul Imamsyah, mengatakan pihaknya masih mengkaji formulasi penentuan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih). Kajian tersebut mengedepankan prinsip keberlanjutan keuangan haji masa depan.
Saat penentuan persentase Bipih calon haji reguler kuota normal rata-rata Rp49.812.700,26 (55,3 persen) dan penggunaan nilai manfaat per orang sebesar Rp40.237.937 (44,7 persen). BPKH kemudian mengusulkan persentase 60 persen Bipih dan 40 persen nilai manfaat untuk 7.360 kuota haji tambahan.
"Kita simulasikan kalau harus mengambil nilai manfaat, kami mengusulkan sesuai kajian yang masih kita lakukan sesuai keberlanjutan keuangan haji, presentasi Bipih dan nilai manfaat 60:40 persen untuk jamaah haji tambahan," ujarnya.
Anggota Komisi VIII DPR RI, John Kennedy Azis, mengimbau agar persentase Bipih dan nilai manfaat tetap 55,3 persen dan 44,7 persen. Hal tersebut demi menghindari adanya kecemburuan antara jamaah kuota normal dan kuota tambahan.
"Kalau ada perbedaan antara kuota reguler dengan tambahan akan muncul kecemburuan. Kenapa kok ada perbedaan jumlah yang disubsidi oleh BPKH antara kuota 221 ribu dengan delapan ribu?” kata John.
Lebih jauh, Ketua Komisi VIII DPR RI, Ashabul Kahfi, meminta BPKH untuk mengkaji dan menghitung ketersediaan nilai manfaat yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan tambahan kuota haji reguler. Dia juga mengingatkan koordinasi dengan seluruh jajaran Kementerian Agama Republik Indonesia agar informasi mengenai penyelenggaraan ibadah haji sama dan berdasarkan data yang akurat.
"Mengalokasikan sisa kuota haji dalam kuota haji tambahan untuk pendamping jemaah haji lansia gabungan mahram dan jemaah penyandang disabilitas beserta pendampingnya," katanya, menegaskan.