Jakarta, FORTUNE - Direktorat Standardisasi dan Pengendalian Mutu (Ditstandalitu) Kementerian Perdagangan melalui Balai Sertifikasi berkomitmen mendukung pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam pengajuan pemeriksaan kehalalan produknya.
Direktur Standalitu Matheus Hendro Purnomo mengatakan lingkup layanan jenis produk yang bersertifikasi halal berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 748 Tahun 2021 meliputi produk makanan, minuman, produk kimiawi, dan barang gunaan. Diharapkan UMKM dapat segera melakukan pemeriksaan kehalalannya.
"Proses pemeriksaan meliputi pemeriksaan bahan dan pemeriksaan sistem jaminan halal, termasuk di antaranya bahan baku, peralatan, dan proses produksi," ujarnya melalui keterangan resmi, dikutip Senin (19/6).
Hendor mengatakan, perluasan target pasar di Indonesia yang didominasi umat Muslim perlu menjadi pertimbangan pelaku usaha. Hal ini seiring dengan penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 terkait Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.
Peraturan ini memberlakukan kewajiban sertifikasi halal untuk produk makanan, minuman, serta hasil dan jasa sembelihan sejak 17 Oktober 2019 dan paling lambat pada 17 Oktober 2024.
"Pelaku usaha ultra mikro (UMi) kebanyakan bergerak di bidang produk makanan dan minuman, sehingga perlu disosialisasikan kewajiban tersebut. Jika produk tersebut belum bersertifikat halal pada 17 Oktober 2024 dan beredar di masyarakat, pelaku usaha akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan perundangan," ujarnya.
Sosialisasi sertifikasi halal ditingkatkan
Hendro menegaskan, Kementerian Perdagangan akan terus menyosialisasikan persyaratan kelengkapan sertifikasi halal, mengingat batas waktu yang ditentukan hampir habis.
Sebagai informasi, masa penahapan pertama kewajiban sertifikat halal akan berakhir 17 Oktober 2024. Berdasarkan Undang-undang No. 33 tahun 2014 beserta turunannya, ada tiga kelompok produk yang harus sudah bersertifikat halal seiring dengan berakhirnya penahapan pertama tersebut.
Pertama, produk makanan dan minuman. Kedua, bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman. Ketiga, produk hasil sembelihan dan jasa penyembelihan. Tiga kelompok produk ini harus sudah bersertifikat halal pada 17 Oktober 2024.
Apabila belum bersertifikat dan beredar di masyarakat, akan ada sanksi yang diberikan mulai dari peringatan tertulis, denda administratif, hingga penarikan barang dari peredaran. Hal ini Ini sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam PP Nomor 39 tahun 2021.
Adapun dokumen persyaratan seperti Nomor Induk Berusaha (NIB) mudah untuk didapatkan melalui Online Single Submission (OSS), sehingga persyaratan untuk mendapatkan sertifikat halal menjadi lebih mudah. "Kementerian Perdagangan melalui unit Ditstandalitu terbuka bagi pelaku usaha yang memerlukan informasi dan konsultasi, baik terkait sertifikasi halal maupun persyaratannya," ujar Hendro.
Ia menyebut sosialisasi bertujuan mendukung peningkatan kualitas produk UMK sesuai dengan standar dan keamanan mutu produk agar dapat berdaya saing. Dengan demikian, UMK mampu meningkatkan kontribusinya terhadap perekonomian nasional.
Menurutnya, kualitas dan keamanan produk berpengaruh erat terhadap kesehatan dan keselamatan pengguna dan konsumen. Pertimbangan tersebut adalah bagian dari tujuan utama penerapan standardisasi dan pengendalian mutu. Terlebih, UMK dilirik banyak masyarakat Indonesia karena cukup menjanjikan. Hal ini ditunjukkan, selama tiga tahun terakhir, UMK dapat bertahan dari badai pandemi.
"Usaha ini tetap menjanjikan mengingat produk yang ditawarkan merupakan produk keseharian yang dibutuhkan masyarakat dengan harga terjangkau dan lokasi yang dekat dengan domisili masyarakat. Untuk dapat memenuhi standar produk yang berlaku, pelaku usaha UMi perlu mengambil langkah strategis untuk meningkatkan daya saing produk," katanya.