Jakarta, FORTUNE - Industri kosmetik di Indonesia berkembang cukup pesat didorong banyak faktor, seperti gaya hidup dan tren di media sosial. Di antara berbagai produk kosmetik, klaim kosmetik halal pada menarik perhatian konsumen muslim di Indonesia. Apa itu kosmetik halal?
Kosmetik halal adalah produk yang telah diakui kehalalannya oleh Badan Penyelenggara Jaminan Halal (BPJH) Kementerian Agama berdasarkan fatwa halal tertulis yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Kosmetik halal juga turut menyumbang pertumbuhan industri kecantikan. Mengutip data Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), kosmetik merupakan kategori produk yang mendapatkan izin edar terbanyak di Indonesia dalam lima tahun terakhir dengan jumlah 411.410 produk.
BPOM juga mencatat, jumlah perusahaan industri kecantikan tumbuh hingga 20,6 persen dari tahun 2021 yang berjumlah 819 menjadi 913 di Juli 2022. Peningkatan industri kecantikan tersebut didominasi oleh usaha kecil dan menengah (UKM), yakni sebesar 83 persen. Sementara untuk nilai pasar kosmetik di Indonesia di tahun 2021 mencapai US$6,3 miliar atau sekitar Rp98 triliun.
”Industri kosmetik mampu memberikan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional sebesar 1,78 persen pada triwulan II-2022,” kata Staf Ahli Menteri Perindustrian Bidang Penguatan Kemampuan Industri Dalam Negeri Ignatius Warsito, dalam acara Indonesia Cosmetic Ingredients (ICI) 2022 di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta, Selasa (25/10).
Daya tarik kosmetik halal
Dalam riset di Asian Journal of Islamic Management (AJIM) edisi Juni 2021 bertajuk Halal cosmetics and behavior of Muslim women in Indonesia : the study of antecedents and consequences, menunjukkan bahwa religiusitas berpengaruh positif terhadap sikap terhadap kosmetik halal. Sikap ini turut memicu niat untuk membeli kosmetik halal.
Bagi industri kosmetik, selain untuk memenuhi regulasi izin edar di Indonesia, klaim halal mampu meningkatkan nilai barang menjadi lebih kompetitif di tengah pasar Indonesia dengan mayoritas penduduk muslim.
Adapun di Indonesia, beleid terkait kosmetik ada dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal. Beleid tersebut mengatur bahwa produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.
Atas nama perlindungan konsumen, pemerintah mewajibkan kosmetik yang beredar di Indonesia untuk bersertifikat halal sejak 2 Februari 2021, dilakukan secara bertahap hingga 17 Oktober 2026. Ini merupakan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.
Standar kosmetik halal berdasarkan fatwa MUI
Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Komisi Fatwa, telah memberikan panduan bagi umat Muslim melalui fatwa No. 23 tahun 2013 tentang standar kehalalan produk kosmetika dan penggunaannya. Berikut ini 8 standar kehalalan kosmetik yang dikutip dari laman mui.or.id.
1. Penggunaan kosmetika untuk kepentingan berhias hukumnya boleh dengan syarat tiga syarat, yaitu bahan yang digunakan halal dan suci, ditujukan untuk kepentingan yang dibolehkan secara syar’i, dan tidak membahayakan.
Perintah mengkonsumsi bahan yang halal termaktub dalam surah Al-Baqarah ayat 168.
“Wahai manusia, makanlah sebagian (makanan) di bumi yang halal lagi baik dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia bagimu merupakan musuh yang nyata.”
Begitu pula, dalam sabda Rasulullah SAW, yaitu:
“Yang halal itu sudah jelas dan yang haram pun sudah jelas, dan di antara keduanya ada hal-hal yang musyta-bihat (syubhat, samar-samar, tidak jelas halal haramnya), kebanyakan manusia tidak mengetahui hukumnya. Barang siapa hati-hati dari perkara syubhat, sungguh ia telah menyelamatkan agama dan harga dirinya…” (HR. Muslim).
2. Penggunaan kosmetika dalam (untuk dikonsumsi/masuk ke dalam tubuh) yang menggunakan bahan yang najis atau haram hukumnya haram.
Dalam salah satu kaidah fiqih disebutkan,
“Hukum asal mengenai sesuatu adalah boleh selama tidak ada dalil muktabar yang mengharamkanya.”
3. Penggunaan kosmetika luar (tidak masuk ke dalam tubuh) yang menggunakan bahan yang najis atau haram selain babi dibolehkan dengan syarat dilakukan penyucian setelah pemakaian (tathhir syar’i).
4. Penggunaan kosmetika yang semata-mata berfungsi tahsiniyyat, tidak ada rukhshah (keringanan) untuk memanfaatkan kosmetika yang haram.
5. Penggunaan kosmetika yang berfungsi sebagai obat memiliki ketentuan hukum sebagai obat, yang mengacu pada fatwa terkait penggunaan obat-obatan.
6. Produk kosmetika yang mengandung bahan yang dibuat dengan menggunakan mikroba hasil rekayasa genetika yang melibatkan gen babi atau gen manusia hukumnya haram.
7. Produk kosmetika yang menggunakan bahan (bahan baku, bahan aktif, dan atau bahan tambahan) dari turunan hewan halal (berupa lemak atau lainnya) yang tidak diketahui cara penyembelihannya hukumnya makruh tahrim, sehingga harus dihindari.
8. Produk kosmetika yang menggunakan bahan dari produk mikrobial yang tidak diketahui media pertumbuhan mikrobanya apakah dari babi, harus dihindari sampai ada kejelasan tentang kehalalan dan kesucian bahannya.
Demikian penjelasan mengenai kosmetik halal, regulasi di Indonesia, dan standar kehalalan kosmetik dan penggunaannya berdasarkan fatwa MUI. Semoga informasi ini bermanfaat untuk Anda.