Jakarta, FORTUNE - Ekonomi Syariah mengandung dua kata, yaitu ekonomi dan syariah. Ekonomi secara etimologis berasal dari kata bahasa Yunani oikos dan nomos, serta digabungkan menjadi oikonomia. Oikos berarti rumah tangga dan nomos berarti norma atuan aturan, sehingga secara harfiah kata ekonomi berarti aturan atau norma dalam rumah tangga.
Sementara etimologi kata syariah merujuk pada jalan ke arah mata air. Akan hal istilahnya, Mohammad Daud Ali menyatakan syariah adalah ketetapan-ketetapan Allah dan ketentuan Rasul-Nya, baik larangan maupun perintah, yang meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia.
Ekonomi syariah adalah respons pemikir muslim terhadap tantangan perekonomian pada masa tertentu. Kreasinya dibantu oleh Quran dan Sunnah, akal (ijtihad), dan pengalaman.
Yusuf Qardhawi menjelaskan ekonomi syariah sebagai perekonomian yang berdasarkan ketuhanan dengan tujuan akhir Tuhan, dan pemanfaatan sarana yang tidak lepas dari syariat Tuhan.
Landasan hukum ekonomi syariah
Landasan hukum ekonomi syariah tidak dapat dileraikan Quran dan hadis. Kedua landasan hukum tersebut menjadi sumber rujukan bagi umat Islam dalam menjalankan berbagai kegiatannya, termasuk hubungannya dengan lapangan ekonomi.
Ayat-ayat terkait larangan riba, perniagaan yang didasarkan pada kesukarelaan para pihak, perintah bertebaran di muka bumi guna mencari karunia ilahi, merupakan contoh yang menunjukkan bahwa Quran adalah sumber dan sekaligus landasan hukum muamalah malliyah.
Begitu pula contoh-contoh yang diberikan oleh Rasulullah. Perkataan, perbuatan, maupun pembolehan olehnya pada lapangan ekonomi dapat ditemukan dalam hadis sebagai sumber dan landasan hukum setelah Quran.
Perintah untuk taat kepada ulil amri dalam konteks Indonesia di lapangan ekonomi dan keuangan diatribusikan kepada fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh otoritas pembuat fatwa, yakni Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (MUI). Lebih lanjut, otoritas negara, antara lain yakni Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Mahkamah Agung dalam kenyataannya telah menerbitkan peraturan-peraturan di bidang ekonomi dan keuangan syariah.
Prinsip dasar sistem ekonomi syariah
Sistem ekonomi dan keuangan syariah kini kian berkembang melalui penerapan konsep ekonomi dan keuangan Islam. Perkembangan tersebut tampak hasilnya pada berbagai aktivitas ekonomi dan keuangan syariah, seperti munculnya berbagai produk bisnis digital, produk-produk di lembaga keuangan syariah yang semakin beragam, dan lain sebagainya.
Namun, dalam mengembangkan sistem ekonomi syariah, Islam memegang teguh prinsip-prinsip dasar ekonomi syariah. Secara umum prinsip ekonomi Islam terbagi menjadi tiga bagian.
Prinsip-prinsip ekonomi Islam didasarkan atas lima nilai universal yang meliputi tauhid (keimanan), ‘adl (keadilan), nubuwwah (kenabian), khilafah (pemerintah) dan ma’ad (hasil). Dari kelima nilai universal tersebut, dibangunlah tiga prinsip derivatif yaitu kepemilikan multijenis (multiple ownership), kebebasan bertindak atau berusaha (freedom to act) serta keadilan sosial (social justice).
Kelima nilai universal tersebut berfungsi seperti fondasi, yaitu menentukan kuat tidaknya suatu bangunan. Tauhid (keesaan Allah), memiliki arti bahwa semua yang kita lakukan di dunia akan dipertanggungjawabkan kepada Allah di akhirat kelak.
‘Adl (keadilan), memiliki arti bahwa Allah telah memerintahkan manusia untuk berbuat adil dan tidak menzalimi pihak lain demi memeroleh keuntungan pribadi. Nubuwwah (kenabian), menjadikan sifat dan sikap nabi sebagai teladan dalam melakukan segala aktivitas di dunia.
Sementara, khilafah (pemerintahan), peran pemerintah adalah memastikan tidak ada distorsi sehingga perekonomian dapat berjalan dengan baik. Ma’ad (hasil), dalam Islam hasil (laba) yang diperoleh di dunia juga menjadi laba di akhirat.