Jakarta, FORTUNE - Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae mengungkapkan proses Merger antara PT Bank Muamalat Indonesia Tbk (Muamalat) dan Unit Usaha Syariah PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN Syariah) sudah masuk tahap finalisasi.
Dian menyebut, sebagai regulator pihaknya telah menerima surat permohonan izin terkait merger yang disampaikan dari Kementerian BUMN hingga pihak BTN dan Bank Muamalat.
“Tinggal tunggu finalisasi saja. Pembicaraan itu sudah dari beberapa bulan lalu dan penjelasan update terakhir perkembangannya telah berlangsung saat ini,” kata Dian saat ditemui sela sela Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) 2024, di Jakarta, Senin (20/2).
Ia menyebut, proses merger ini akan menjadi aksi korporasi yang sangat menarik dan ditunggu-tunggu oleh semua pihak. Sebab, hasil dari merger ini akan menambah jumlah bank syariah besar di Indonesia.
BTN sedang uji tuntas rencana merger
Sebelumnya, ditemui secara terpisah, Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu menyatakan bahwa pihaknya sudah melakukan due diligence dengan dua calon bank yang akan diakuisisi, salah satunya Bank Muamalat. Sejumlah pertimbangan juga menjadi dasar BTN dalam mencari ‘cangkang’ bisnis untuk BTN syariah.
Pertimbangan dari uji tuntas itu melingkupi sekitar 4 sektor yakni portofolio finansial, hukum dan kontrak, teknologi, dan kesiapan sumber daya manusia (SDM). Ia berharap, seluruh proses itu akan rampung pada April 2024.
“Kami sedang due diligence. Jadi kami dibantu konsultan, sekuritas, KAP (kantor akuntan publik) dan law firm terbesar yang membantu kami," kata Nixon.
Ada 4 bank syariah yang akan merger di 2024
Dian kembali menambahkan, selain aksi korporasi BTN Syariah, tahun ini ada sejumlah bank syariah yang akan melakukan merger. Tak tanggung-tanggung, ada 4 bank yang akan melakukan aksi merger di tahun 2024. “Gabungan bisa 3 hingga 4 bank swasta saya kira ini bagus dan positif,” kata Dian.
Ia menyebut, aksi itu dilakukan untuk memenuhi POJK 12/2023 mengenai kewajiban pemisahan atau spin-off bagi Unit Usaha Syariah (UUS). Dalam aturan itu tertulis bahwa UUS yang memiliki aset di atas Rp50 triliun wajib untuk spin-off.