Jakarta, FORTUNE - Garuda Indonesia kesulitan melunasi pembayaran sukuk senilai US$500 juta (sekitar Rp7,1 triliun) yang jatuh tempo pada Juni 2020. Oleh karena itu, maskapai pelat merah tersebut menggagas rencana restrukturisasi.
Menurut CEO Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, perusahaan akan mengurus skema restrukturisasi kepada lessor dan kreditur lebih dulu. Setelah itu baru akan merampungkan masalah dengan para pemegang sertifikat sukuk. Dalam proses restrukturisasi sukuk, maskapai nasional itu menunjuk Guggenheim Securities LL sebagai penasihat.
Sayang, pembagian sukuk tak bisa berjalan sekarang. Meski begitu, Irfan optimistis karena telah mengusulkan skema restrukturisasi kepada lessor dan kreditur. “Saya dapat mengatakan, ada kemajuan terkai rencana restrukturisasi kami,” ujarnya, dikutip dari Salaam Gateway, Jumat (19/11).
Lantas, bagaimana perincian rencana restrukturisasi sukuk Garuda Indonesia? Simak ringkasan informasi berikut.
Restrukturisasi Sukuk: Upaya Rebound Garuda Indonesia
Pada 10 Juni 2020, Garuda Indonesia menggalang dana dari 90,88 persen pemegang sukuk yang memegang pokok oblligasi senilai US$454.391.000. Itu untuk memperpanjang jangka waktu pelunasan sukuk senilai US$500 juta selama tiga tahun, dari tanggal jatuh tempo awal pada 3 Juni 2020.
Irfan menyebutnya sebagai langkah awal signifikan dalam mengupayakan pemulihan kinerja Garuda Indonesia. “Jika langkah berjalan baik, maka kita bisa berbicara lebih banyak tentang restrukturisasi sukuk,” imbuhnya.
Mengirim Proposal Restrukturisasi
Perusahaan menyodorkan proposal restrukturisasi kepada lessor, kreditur, dan pemasok utamanya melalui saluran digital. Dokumen itu berisi rencana bisnis jangka panjang dan penawaran pembayaran utang.
Selain solusi tersebut, Irfan mengatakan, sejumlah kreditur Garuda kabarnya memilih penangguhan kewajiban pembayaran utang. Maskapai pelat merah itu sudah mengajukannya ke meja hijau, termasuk komposisi penawaran pembayaran separuh/seluruh utang kreditur tanpa jaminan.
Upaya lain untuk menyelamatkan Garuda, yakni mengkaji biaya pengelolaan dan efisiensi operasional.
Ekonom: Garuda Harus Rampungkan Restrukturisasi Lama
Menurut Ekonom Universitas Indonesia, Toto Pranoto, gagal bayar sukuk begitu menghantam reputasi Garuda Indonesia. Itu membuat risiko investasi di Garuda meningkat di mata investor dan kreditur. Akibatnya, calon pemberi pinjaman baru akan membebankan bunga yang lebih tinggi kepada operator penerbangan tersebut.
Toto menilai, Garuda harus terlebih dahulu menyelesaikan program restrukturisasi yang tengah berjalan. Kemudian berfokus pada pengurangan pesawat dan upaya efisiensi operasional lain, ditambah dengan diversifikasi pendapatan—khususnya meningkatkan bisnis kargo. “Opsi terakhir adalah bantuan pemerintah melalui pinjaman modal kerja,” katanya lagi.