Mengapa Perusahaan Jasa Logistik Perlu Sertifikasi Halal?

Jakarta, FORTUNE - Gaung logistik halal kian nyaring terdengar. Seiring meningkatnya kesadaran konsumen Muslim dan tuntutan transparansi rantai pasok, perusahaan logistik dituntut hadir sebagai penghubung yang tidak hanya efisien, tetapi juga sesuai dengan nilai-nilai syariah. Terkait hal ini, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) mengungkap, lebih dari seribu penyedia layanan logistik telah berhasil mengantongi sertifikat halal hingga 20 Februari 2025.
Direktur Utama LPPOM MUI, Muti Arintawati, mengatakan data BPJPH menunjukkan angka penyedia layanan logistik halal mencapai 1.037 perusahaan, dengan cakupan layanan seperti distribusi, pengemasan, penyimpanan, dan transportasi. Mayoritas pengguna berasal dari sektor usaha mikro dan kecil, tapi mulai banyak perusahaan besar yang mengikuti jejak tersebut demi memperkuat daya saing di pasar halal nasional maupun global.
“Jasa logistik termasuk kategori yang wajib melakukan sertifikasi halal karena menjadi bagian dari rantai pasok suatu produk. Kewajiban sertifikasi halal terhadap jasa logistik penahapannya mengikuti produk yang ditangani,” ujar Muti Arintawati dalam pernyataan resmi, Kamis (24/7).
Sejumlah perusahaan besar seperti JNE Semarang dan Yogyakarta, PT Pos Logistik Indonesia, PT Enseval Putera Megatrading, hingga PT Satria Antaran Prima Tbk telah mengantongi sertifikasi tersebut. PT Enseval mengungkapkan bahwa penerapan Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) di perusahaan bergantung pada komitmen manajemen, kesiapan tim, serta pendekatan bertahap dan benchmarking.
Lion Parcel juga telah mendapatkan sertifikat halal dari LPPOM MUI, meskipun belum tercantum dalam data BPJPH per Februari 2025. Sertifikasi mencakup pengiriman dan layanan fulfilment LILO.
“Perolehan sertifikat halal Lion Parcel dan LILO by Lion Parcel merupakan komitmen perusahaan dalam menghadirkan layanan logistik yang tidak hanya cepat dan terjangkau, tetapi juga sesuai dengan prinsip halal yang terpercaya bagi masyarakat muslim di Indonesia,” ujar Victor Ary Subekti, Chief Compliance and Network Officer Lion Parcel, Selasa (22/7).
Victor menambahkan bahwa pemisahan produk halal dan nonhalal menjadi langkah krusial sejak awal proses. Pihaknya juga memperbarui SOP dan gencar melakukan pelatihan serta edukasi kepada pelanggan dan mitra.
“Untuk memastikan implementasi halal logistik berjalan dengan optimal, Lion Parcel akan secara bertahap melakukan sosialisasi kepada pelanggan dan seluruh mitra yang terlibat dalam proses operasional,” katanya.
Mengapa jasa logistik perlu sertifikasi halal?
LPPOM MUI mencatat bahwa titik-titik kritis dalam logistik, seperti pengadaan bahan, penerimaan, penyimpanan, dan distribusi, berpotensi menyebabkan kontaminasi silang jika tidak dikelola dengan sistem pemisahan yang ketat.
“Oleh karena itu, sebuah jasa logistik harus mampu menjaga produk tetap halal atau tidak terkontaminasi selama proses penanganan, penyimpanan, dan distribusi. Sehingga sebuah produk dapat dipastikan kehalalannya dari seluruh rantai pasok yang terlibat,” kata Cucu Rina Purwaningrum, Marketing and Networking Manager LPPOM MUI.
Sementara itu, Halal Partnership and Audit Services Director LPPOM MUI, Muslich, menekankan, sertifikasi halal bukan sekadar tuntutan regulasi. “Kebutuhan konsumen ini menjadi hal yang paling utama untuk dicarikan solusi oleh perusahaan,” ujarnya.
Sertifikasi halal tak hanya menjadi syarat regulatif, tapi juga menjadi nilai tambah dalam bisnis. Andriawan Subekti dari LPPOM MUI mengatakan, “Adanya sertifikasi halal akan memberikan nilai tambah karena jasa logistik yang disediakan akan lebih diterima oleh konsumen muslim serta pelaku usaha akan merasa tenang menggunakan jasa logistik yang sudah bersertifikat halal.”
Dalam laporan State of the Global Islamic Economy (SGIE) 2024/2025, sertifikasi dan digitalisasi rantai pasok menjadi faktor penting dalam pertumbuhan industri halal global. Teknologi seperti AI dan blockchain turut membangun kepercayaan konsumen terhadap kehalalan produk. SGIE juga mencatat pengeluaran konsumen Muslim global mencapai US$2,43 triliun pada 2023, dan diproyeksikan meningkat menjadi US$3,36 triliun pada 2028.