Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Sukuk ESG Sentuh US$50 Miliar, Jadi Primadona Negara Muslim

Ilustrasi sukuk. Shutterstock/Nor Sham Soyod
Ilustrasi sukuk. Shutterstock/Nor Sham Soyod

Jakarta, FORTUNE - Instrumen keuangan berbasis prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) terus mencatat pertumbuhan pesat. Pada semester pertama 2025, penerbitan sukuk ESG melonjak, dengan nilai yang masih beredar mencapai US$50 miliar hingga akhir Juni. Angka ini menunjukkan kenaikan lebih dari 12 persen dibandingkan tahun sebelumnya, menurut laporan terbaru dari Fitch Ratings.

Sebagian besar penerbitan berasal dari negara-negara di kawasan Teluk, di mana Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) menjadi penyumbang utama. Dalam hal pencatatan, Nasdaq Dubai bersaing dengan bursa internasional seperti Frankfurt, London, dan Stuttgart sebagai pusat sukuk ESG berdenominasi dolar AS.

“Fitch memperkirakan penerbitan sukuk ESG akan melambat pada kuartal ketiga 2025 karena tren musiman musim panas, sebelum kembali meningkat di akhir tahun,” tulis Fitch, mengutip Zawya, Kamis (31/7).

Fitch memperkirakan nilai sukuk ESG global bisa melampaui US$60 miliar pada akhir 2026. Meski demikian, pertumbuhannya berpotensi terhambat oleh sejumlah risiko, termasuk ketegangan geopolitik, disparitas standar syariah antarnegara, fluktuasi harga minyak, dan kekhawatiran soal praktik greenwashing.

Pertumbuhan ini mencerminkan meningkatnya preferensi masyarakat Muslim global terhadap konsumsi etis. Laporan State of the Global Islamic Economy (SGIE) 2024/2025 menyebutkan bahwa nilai aset keuangan syariah global pada 2023 mencapai 4,93 triliun dolar AS, dan diproyeksikan tumbuh hingga US$7,53 triliun pada 2028, dengan pertumbuhan tahunan (CAGR) sebesar 8,9 persen.

Laporan yang sama juga menunjukkan peningkatan minat pada produk keuangan yang adil, transparan, dan sesuai prinsip syariah. Hal ini menjadi respons atas krisis global serta tumbuhnya kesadaran konsumen Muslim terhadap keberlanjutan.

Contoh teranyar datang dari Omniyat Holdings di UEA yang menerbitkan sukuk hijau pertamanya, dengan peringkat “BB-”. Di saat bersamaan, Arab Saudi juga memperkenalkan panduan nasional untuk penerbitan utang hijau, sosial, dan sustainability-linked.

Kendati prospeknya menjanjikan, sejumlah hambatan struktural masih mengemuka. Ketidakharmonisan regulasi dan standar syariah membuat sebagian investor memilih menunggu kepastian.

Fitch mencatat bahwa sekitar 75 persen sukuk ESG yang beredar saat ini berdenominasi dolar AS, dan sebagian besar berupa instrumen senior unsecured, sementara satu persen lainnya adalah subordinasi.

Seiring meningkatnya minat global, sukuk ESG dinilai semakin relevan sebagai instrumen utama pembiayaan proyek berkelanjutan di negara-negara mayoritas Muslim, serta kontributor penting bagi pertumbuhan ekonomi syariah secara global.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Pingit Aria
EditorPingit Aria
Follow Us