Transaksi Saham Syariah Tembus Rp3,3 Triliun hingga Juni 2025

Jakarta, FORTUNE - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat nilai transaksi saham syariah mencapai Rp3,3 triliun hingga pertengahan 2025. Angka ini sudah melampaui separuh dari total transaksi saham syariah sepanjang 2024 yang tercatat sebesar Rp5,5 triliun.
Menurut data BEI, transaksi tersebut berasal dari aktivitas 16.369 investor syariah yang tercatat aktif hingga akhir Juni 2025. Padahal, jumlah keseluruhan investor saham syariah di Indonesia tercatat sebanyak 185.766 orang.
“Nilai transaksi Rp3,3 triliun itu berasal dari 16.369 investor yang aktif transaksi. Jadi, bukan berasal dari jumlah investor yang 185.766, tetapi berasal dari 16.369 investor yang aktif itu. Jadi mereka transaksi nilainya Rp3,3 triliun,” kata Kepala Divisi Pasar Modal Syariah BEI, Irwan Abdalloh, dalam sesi Edukasi Wartawan bertajuk Update Perkembangan Pasar Modal Syariah di Jakarta, mengutip ANTARA, Kamis (25/7).
Dari sisi volume, saham syariah diperdagangkan sebanyak 7,3 miliar unit sepanjang semester pertama 2025, dengan jumlah transaksi mencapai 972.000 kali. Sementara itu, rasio investor syariah yang aktif tercatat 12,8 persen dari total investor pasar saham Indonesia yang juga aktif melakukan transaksi.
Kapitalisasi pasar saham syariah per Juni 2025 berada di angka Rp8.158 triliun. Ini mencerminkan 62 persen dari total kapitalisasi pasar saham Indonesia yang sebesar Rp13.172 triliun.
Dari sisi jumlah emiten, sebanyak 657 saham tercatat sebagai saham syariah, atau sekitar 69 persen dari total 956 saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia. Adapun penyebaran saham syariah cukup merata di berbagai sektor industri. Sektor barang konsumen non-primer menyumbang pangsa pasar terbesar sebesar 17 persen, diikuti barang konsumen primer dan barang baku yang masing-masing menyumbang 14 persen. Sektor energi menyumbang 12 persen, dan properti sebesar 11 persen.
Sektor lainnya terdiri dari perindustrian 9 persen, infrastruktur 8 persen, teknologi 5 persen, transportasi dan logistik 4 persen, kesehatan 6 persen, serta sektor keuangan yang berkontribusi 1 persen dari total pangsa pasar saham syariah.
POJK 8 2025 berpotensi mengurangi daftar saham syariah
Irwan menyampaikan bahwa penerbitan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 8 Tahun 2025 kemungkinan akan berdampak pada berkurangnya jumlah saham syariah di pasar modal domestik. Peraturan ini dinilai akan memengaruhi jumlah saham yang tercantum dalam Daftar Efek Syariah (DES), serta berpotensi mengurangi jumlah emiten yang tergabung dalam Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI), seiring adanya penyesuaian terhadap sejumlah kriteria baru yang tertuang dalam beleid tersebut.
“Saya bilang secara jangka pendek, mungkin akan ada sedikit goncangan di pasar saham kita. Tetapi, dalam jangka panjang, ini adalah meningkatkan kualitas saham kita,” ujar Irwan.
Terdapat dua poin utama yang diperbarui dalam POJK tersebut. Pertama, batasan maksimal rasio total utang berbasis bunga terhadap total aset perusahaan akan diturunkan dari 45 persen menjadi 33 persen secara bertahap dalam jangka waktu 10 tahun. Kedua, ambang batas maksimal pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal lainnya terhadap total pendapatan usaha dan pendapatan lain-lain ditetapkan tidak lebih dari 5 persen. Ketentuan ini direncanakan mulai diberlakukan penuh pada tahun depan.
“Hipotesis saya, kalau cuma pendapatan, tidak (berdampak) signifikan. Kalau rasio utang itu baru akan signifikan. Makanya, POJK yang 33 persen bertahap sampai dengan 10 tahun kemudian. Tapi kalau yang 5 persen, tahun depan udah mulai,” katanya.
Menurutnya, BEI tengah menyusun simulasi untuk memperkirakan dampak dari kebijakan baru tersebut terhadap jumlah saham syariah yang tercantum dalam daftar. Namun, BEI belum memiliki estimasi terkait dampak regulasi ini terhadap jumlah investor syariah yang aktif di pasar saham nasional. Peraturan POJK Nomor 8 Tahun 2025 tentang Penerbitan Daftar Efek Syariah dan Daftar Efek Syariah Luar Negeri memperketat kriteria bagi perusahaan yang ingin masuk dalam daftar tersebut, termasuk efek syariah yang diterbitkan di luar negeri.