Canva: Teknologi AI Tak Mengancam Profesi Desainer

Canva justru jadi peluang untuk berkreasi dengan bebas.

Canva: Teknologi AI Tak Mengancam Profesi Desainer
Cameron Adams, Co-Founder dan Chief Product Officer (CPO) Canva. (dok. Canva)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Co-Founder sekaligus Chief Product Officer dari aplikasi desain Canva, Cameron Adams, mengungkapkan kehadiran teknologi AI (Artificial Intelligence) pada berbagai platform desain tidak akan mengancam pekerjaan para desainer di seluruh dunia.

Menurutnya, alih-alih akan mengancam pekerjaan manusia di bidang mendesain, teknologi AI justru akan mendorong kreativitas menjadi lebih besar. “Membuka lapangan kerja baru, cara baru bagi orang-orang untuk menyelesaikan pekerjaan dengan lebih cepat, lebih efisien, dan fokus pada hal-hal penting yang sebenarnya ingin mereka capai,” katanya dalam wawancara daring bersama Fortune Indonesia, Jumat (29/9).

Selain itu, banyak orang kini menggunakan teknologi AI untuk mengulik ide, memungkinkan mereka bereksperimen lebih banyak, dan mengeksplorasi berbagai solusi. “Menurut kami (di Canva) manusia yang memiliki teknologi akan menghasilkan kreativitas yang lebih besar,” katanya.

Canva belum lama ini meluncurkan Magic Studio, serangkaian tools bertenaga AI yang bertujuan untuk mempermudah pembuatan visual yang menarik dan informatif, pada Selasa (3/10). Berbasis teknologi AI, Magic Studio menghadirkan berbagai kemampuan desain luar biasa pada berbagai fitur, seperti Magic Switch, Magic Grab, Magic Expand, Magic Morph, Magic Alt Text, dan Magic Animate.

Ketakutan tak berdasar

Canva Magic Studio/Dok. Canva

Menurut Cameron, ketakutan terhadap ancaman teknologi AI kepada pekerja desain, tidak seperti yang dibayangkan. Meski kekhawatiran yang muncul sebenarnya sangat dimengerti, mengingat hal ini selalu terjadi pada banyak masa, bahkan sebelum komputer ditemukan.

"Dan orang-orang khawatir bahwa teknologi akan mengambil alih pekerjaan mereka,” ujar Cameron. “Ada statistik menarik di mana 60 persen pekerjaan yang ada saat ini, sebenarnya belum ada 50 tahun yang lalu. Jumlah ini ada karena diciptakan melalui berbagai jenis teknologi dan kebutuhan masyarakat yang berkembang.”

Pada akhirnya, kekhawatiran akan kehadiran teknologi AI tidak lagi terjadi. Justru yang lebih perlu dipikirkan adalah bagaimana para pekerja desain bisa beradaptasi dengan sistem teknologi yang baru. “Manusia akan beradaptasi. Mereka (akan) menemukan cara untuk melakukan hal-hal baru dengan dibantu oleh teknologi,” katanya.

Strategi

Ragam desain kartu ucapan Lebaran di Canva. (Tangkapan layar)

Dalam pengembangan bisnisnya, Canva mendorong peningkatan akses internasional melalui desain, sehingga bisa lebih mudah diakses. 

Indonesia dinilai sebagai salah satu pasar yang sangat penting bagi Canva. “Dalam enam tahun terakhir, Indonesia jadi pasar yang sangat besar, bahkan membuat Canva menghasilkan banyak sekali konten khusus atau template untuk Indonesia, baik dalam bentuk ilustrasi dan foto tentang masyarakat Indonesia,” katanya.

Oleh karenanya, mereka memahami ketika orang Indonesia melihat sebuah konten yang dekat dengan masyarakatnya, maka besar kemungkinan orang tersebut menggunakan aplikasi seperti Canva.

Untuk memperkuat bisnisnya di Indonesia, Canva juga kerap bermitra dengan pemerintah, seperti yang dilakukan bersama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, dalam mengenalkan aplikasi Canva untuk digunakan di berbagai sekolah, dan siswa pun bisa membuat konten video, poster, gambar, bahkan dokumen, dengan lebih mudah untuk hasil yang unik.

Tantangan

Canva. (Canva.com)

Cameron menceritakan perihal tantangan yang dihadapinya saat pertama masuk ke Indonesia. Canva yang awalnya hadir sebagai sebuah produk desktop, namun penggunanya di Indonesia banyak yang lebih menyukai desain dengan menggunakan telepon pintar, seperti Android. Maka, pada 2017, Canva pun masuk ke Indonesia dalam bentuk aplikasi versi Android.

“Setelah kami melakukan hal tersebut dan sangat fokus pada Android yang penggunanya cukup besar di Indonesia, banyak orang yang berbondong-bondong menggunakan canva di Android. Jadi, kami memastikan bahwa pengalaman seluler benar-benar jadi keuntungan besar bagi kami dalam mengembangkan Canva untuk pasar Indonesia,” kata Cameron.

Tantangan lain menruutnya, di mana saat itu aplikasi berbayar yang belum terlalu optimal di Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah akses pembayaran yang masih terbatas. Oleh karena itu, perusahaan terus memastikan para pengguna Canva bisa punya model pembayaran yang terintegrasi. "Sehingga kami dapat menawarkan pengaturan pembayaran yang lebih fleksibel bagi pengguna Indonesia, terutama yang ingin upgrade ke Canva Pro,” ujar Cameron.

Magazine

SEE MORE>
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024

Most Popular

Harga Saham Bank Rakyat Indonesia (BBRI) Hari Ini, 21 November 2024
Beban Kerja Tinggi dan Gaji Rendah, Great Resignation Marak Lagi
Terima Tawaran US$100 Juta Apple, Kemenperin Tetap Tagih Rp300 Miliar
Harga Saham GoTo Group (GOTO) Hari Ini, 21 November 2024
Siapa Pemilik Grab? Perusahaan Jasa Transportasi Terbesar
Tolak Wacana PPN 12 Persen, Indef Usulkan Alternatif yang Lebih Adil