Jakarta, FORTUNE – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) berencana melebur 24.400 aplikasi pemerintah ke dalam satu aplikasi super (SuperApp). Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC, Pratama Persadha, menilai dalam pembuatan superApp keamanan siber menjadi faktor yang wajib diutamakan.
“SuperApp bagus hanya jika keamanan siber bisa diterapkan dengan maksimal dimulai dari keamanan di sisi teknologi dan appsnya. Seperti penggunaan teknologi yang paling mutakhir, misalnya penggunaan teknologi enkripsi yang canggih serta pengamanannya harus bagus yang bukan hanya untuk aplikasinya saja, tapi juga untuk pusat data termasuk server, dan semua data yang ada di dalamnya,” kata Pratama dalam keterangan yang diterima Fortune Indonesia, Senin (18/7).
Selain itu, kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) yang menangani SuperApp, nantinya harus mumpuni diikuti penguatan tata kelola dan regulasi yang mendukung keamanan data seperti Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
Hal lain yang perlu diperhatikan
Selain keamanan, hal lain yang perlu diperhatikan oleh pemerintah sebelum membuat SuperApp adalah ketersediaan pusat data nasional, yang nantinya menjadi server utama untuk menyimpan dan mengolah data, terutama terkait kependudukan.
Selanjutnya, Pratama juga menyinggung soal kesiapan program satu data nasional yang akan memperjelas data dari mana dan siapa yang digunakan dalam SuperApp.
“Kita bayangkan ada 2.700 database yang digunakan saat ini, jelas ini tidak efisien dan sangat tidak mendukung proses birokrasi dan bisnis. Diharapkan dari SuperApp ini, semua kementrian dan lembaga sudah bisa berkolaborasi dalam sebuah platform digital,” ujarnya.
Pembuatan SuperApp ini sangat baik
Meski demikian, pembuatan SuperApp ini dianggap baik karena dapat menghemat anggaran hingga puluhan triliun. Pasalnya, saat ini pemerintah Indonesia memiliki aplikasi yang terlalu banyak, termasuk yang tidak terpakai dan belum dimatikan.
“Setiap Kementrian dan Lembaga Negara (K/L) bahkan memiliki aplikasi yang hampir mirip dengan sistem yang berbeda-beda yang membuat semua data dan layanan terpisah-pisah. Belum lagi pengelolanya yang terkadang tidak jelas karena masih dilakukan oleh vendor,” kata Pratama.
Sebenarnya, menurut Pratama, kondisi ini dapat menimbulkan ancaman bagi pemerintah, mulai dari pembengkakan anggaran, simpang siurnya data, hingga keamanan sistem. “Sistem yang sudah tidak dipakai biasanya akan ditinggalkan, tidak dicek berkala, apalagi jika SDM IT sangat terbatas di instansi pemerintah. Jadi kita tidak kaget bila ada banyak aplikasi yang dimiliki oleh instansi pemerintah,” katanya.
Contoh bagi SuperApp selanjutnya
Pemerintah tengah membuat SuperApp bagi pada Aparatur SIpil Negara (ASN) untuk berbagai kebutuhan. Hal ini dipandang mampu memangkas hambatan rantai birokrasi, mengintegrasikan dan mengedukasi SDM dalam sistem reward yang terukur. Pembuatan SuperApp ini dapat menjadi contoh bagi aplikasi super lainnya yang nantinya akan dibangun pemerintah Indonesia.
Menurutnya, Indonesia sangat mungkin untuk membuat SuperApp bagi layanan satu pintu. “Karena di tiap daerah biasanya ada sistem satu pintu untuk layanan. Selain itu, ada dukcapil juga yang sudah memberikan akses ke instansi pemerintah dan swasta untuk mengecek data kependudukan,” ujarnya.
Namun, kata Pratama, yang terpenting adalah riset sebelum pembuatan SuperApp, agar pembuatannya tepat sasaran dan tidak berujung pemborosan. “Super apps yang akan dibuat cukup satu atau beberapa, menyesuaikan kebutuhan dari masyarakat, swasta, atau instansi pemerintah sendiri,” katanya.