Jakarta, FORTUNE – Perusahaan teknologi multinasional, IBM, menyatakan bahwa teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) sangat mungkin dimanfaatkan untuk kejahatan.
Merujuk pada peribahasa ‘Garbage in, Garbage out’, President Director IBM Indonesia, Roy Kosasih, mengatakan bahwa jika Teknologi AI digunakan tidak benar oleh penggunanya maka akan memberikan dampak buruk dan memunculkan risiko. “Dengan teknologi AI, cyber crime bahkan bisa lebih canggih, karena teknologi AI bisa mempelajari sistem keamanan siber itu seperti apa,” ujarnya kepada Fortune Indonesia, dalam IBM media briefing, Rabu (13/12).
Selain kejahatan siber, bahaya lain yang mungkin ditimbulkan oleh teknologi AI adalah adanya penyalahgunaan informasi bias untuk hal tidak benar. Berikutnya, adalah halusinasi, di mana terdapat informasi yang sebenarnya tidak ada, namun seolah dianggap sebagai realita oleh teknologi AI, karena sifatnya yang generatif dan bersifat prediktif.
“Apakah teknologi AI akan menggantikan manusia? Jawabannya adalah tidak. Tapi, manusia yang menggunakan teknologi AI-lah yang akan menggantikan manusia lain yang tidak menggunakan teknologi AI,” kata Roy. “Pikirannya bukan lagi ‘bagaimana saya menggunakan AI?’, melainkan ‘saya harus menggunakan AI untuk apa?’, karena teknologinya memang sudah ada di depan mata.”
Dua sisi koin
Dengan informasi dan pelajari dari berbagai sumber, ujar Roy, teknologi AI yang digunakan oleh para penjahat siber mampu mempelajari beragam data, sehingga pada saat mau melancarkan serangan selanjutnya, para penjahat tersebut dapat beroperasi lebih canggih lagi. “Tapi, seperti dua sisi koin, secara berkebalikan, kita juga bisa memanfaatkan teknologi AI untuk melakukan counter attack,” katanya.
Ia mencontohkan, salah satu sistem keamanan siber yang dimiliki oleh IBM dan sudah digunakan di oleh berbagai instansi di banyak negara, yakni QRadar, mampu mendeteksi berbgai kemungkinan terjadinya kejahatan siber di setiap sistem digital yang ada dan langsung mengatasinya saat terjadi serangan. “Bila ditambahkan dengan teknologi AI, tentu akan jadi lebih canggih untuk melindungi,” ujar Roy.
Menurut Roy, kejahatan yang dilakukan dengan menggunakan sistem teknologi AI tak bisa dihindari. Apalagi, digitalisasi berkembang begitu cepat di berbagai sektor. “Oleh karena itu, harus bisa kita kuasai dan kendalikan,” katanya.
Solusi WatsonX.governance
IBM saat ini terus mengembangkan sebuah ekosistem teknologi AI yang bertanggung jawab, khususnya dalam pengelolaan data. Salah satu produk konkretnya–yang dikembangkan dari model dasar teknologi AI generatif buatan IBM, WatsonX–dinamakan ‘WatsonX.governance’ dan menjadi pembeda signifikan dari produk lain yang beredar.
Roy menyebut ‘WatsonX.governance’ akan menawarkan kemampuan untuk mengelola model AI mereka dari mana saja dan di seluruh siklus hidup AI kepada pelanggan dan klien IBM.
Bahkan, produk ini bisa membantu mengurangi risiko AI dan meningkatkan kepatuhan sehingga bisnis dapat mewujudkan dan memanfaatkan AI secara maksimal. “Dia akan menyaring operasionalisasi data, secara bertanggung jawab dan sesuai dengan etika yang berlaku,” katanya.
Sistem ‘WatsonX.governance’ akan menyesuaikan berbagai peraturan dan etika yang berlaku di setiap negara. Bahkan, secara global, Roy mengungkapkan bahwa pedoman AI Ethics yang diprakarsai oleh PBB sudah ada–meski tidak bersifat mengikat layaknya regulasi pemerintah. “Termasuk di Indonesia, saat ini pemerintah sedang merancang kebijakan tentang ethical AI, IBM pun turut diundang untuk memberikan masukan,” ujarnya.
Dengan adanya sistem ini, maka pengelolaan data–yang menggunakan WatsonX–akan terkelola secara transparan dan terkendali, sehingga tidak akan melenceng dari setiap pedoman etika atau regulasi hukum yang dibuat oleh pemerintah.