Kebocoran Data Pribadi Kian Marak, CISSReC Tegaskan Pentingnya UU PDP

Kebocoran data pribadi bisa memperburuk nama Indonesia.

Kebocoran Data Pribadi Kian Marak, CISSReC Tegaskan Pentingnya UU PDP
Hacker. (ShutterStock/Ozrimoz)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Menanggapi kasus kebocoran data pribadi masyarakat yang kian marak, lembaga riset siber Communication & Information System Security Research Center (CISSReC) menyatakan kian mendesaknya urgensi atas Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP).

Chairman CISSReC, Pratama Persadha, mengatakan saat ini kebocoran data banyak terjadi, namun tidak ada yang bertanggung jawab. Bahkan, semua pihak merasa menjadi korban. “Padahal soal ancaman peretasan ini sudah diketahui luas. Seharusnya PSE (Penyelenggara Sistem Elektronik) melakukan pengamanan maksimal, misalnya dengan menggunakan enkripsi atau penyandian untuk data pribadi masyarakat. Minimal melakukan pengamanan maksimal demi nama baik lembaga atau perusahaan,” demikian keterangannya, Jumat (2/9).

Menurutnya, negara sama sekali tidak menunjukkan upaya memaksa para PSE untuk bisa mengamankan data dan sistem yang dikelola secara maksimal. "Selama ini selain tidak ada sanksi yang berat, karena belum adanya UU PDP, pasca kebocoran data tidak jelas apakah lembaga bersangkutan sudah melakukan perbaikan atau belum,” katanya.

Kepercayaan dunia internasional bisa turun

Chairman CISSReC, Pratama Persadha. (dok. Pribadi)

Pratama mengatakan berbagai peristiwa kebocoran data merugikan Indonesia di dunia internasional karena publik internasional dapat menganggap keamanan data di negeri ini  meragukan.

Untuk itu, BSSN juga harus masuk lebih dalam pada berbagai kasus kebocoran data di Tanah Air, minimal menjelaskan kepada khalayak tentang bagaimana dan apa saja yang dilakukan berbagai lembaga publik yang mengalami kebocoran data akibat peretasan.

Publik, kata Pratama, seharusnya perlu mengetahui upaya negara dalam mengatasi berbagai kebocoran data yang terjadi. Ia mencontohkan, di Uni Eropa, untuk setiap kasus penyalahgunaan dan kebocoran data pribadi masyarakat yang terjadi, pemerintah negara menerapkan denda hingga 20 juta Euro bagi PSE.

Kasus kebocoran data sim card

Ilustrasi kebocoran data/Shutterstock/Gorodenkoff.

Dalam kasus terakhir kebocoran data, ditengarai ada 1,3 miliar data registrasi sim card masyarakat Indonesia yang beredar luas di pasar gelap. "Jika diperiksa, sampel data yang diberikan tersebut memuat sebanyak 1.597.830 baris berisi data registrasi sim card milik masyarakat Indonesia. Isinya berupa NIK (Nomor Induk Kependudukan), nomor ponsel, nama provider, dan tanggal registrasi,” kata Pratama.

Dia mengatakan Kominfo, Dukcapil, maupun operator seluler, seharusnya menyikapi peretasan ini dengan lebih serius. Pasalnya, pihak-pihak inilah yang memiliki dan menyimpan data para pengguna kartu seluler ini.

“Jalan terbaik harus dilakukan audit dan investigasi digital forensik untuk memastikan kebocoran data ini dari mana. Sangat mustahil jika data yang bocor ini tidak ada yang mempunyainya. Namun, kalau kita melihat sampel data yang datanya dari semua operator, maka seharusnya cuma Kominfo yang bisa mempunya data ini, Tapi, kita perlu pastikan dulu.” Kata Pratama.

Magazine

SEE MORE>
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024

Most Popular

Harga Saham Bank Rakyat Indonesia (BBRI) Hari Ini, 21 November 2024
Beban Kerja Tinggi dan Gaji Rendah, Great Resignation Marak Lagi
Terima Tawaran US$100 Juta Apple, Kemenperin Tetap Tagih Rp300 Miliar
Harga Saham GoTo Group (GOTO) Hari Ini, 21 November 2024
Siapa Pemilik Grab? Perusahaan Jasa Transportasi Terbesar
Tolak Wacana PPN 12 Persen, Indef Usulkan Alternatif yang Lebih Adil