Jakarta, FORTUNE – Kepala Badan Ekonomi dan Teknologi Finansial Kadin Indonesia, Pandu Sjahrir, memperkirakan bahwa untuk membangun ekosistem digital–khususnya Teknologi AI generatif (GenAI) di sektor finansial–Indonesia membutuhkan Investasi sekitar US$20 miliar atau Rp313,12 triliun (kurs Rp15.655,82 per dolar AS).
Jika dibandingkan dengan realisasi investasi yang masuk di kuartal I-2024 sebesar Rp401,5 triliun, Pandu mengatakan bahwa jumlah itu kurang lebih sebanding dengan kebutuhan investasi digital di Indonesia, hingga dua tahun ke depan.
“AI dan GenAI memiliki potensi untuk meningkatkan ekonomi Indonesia dengan mentransformasikan tidak hanya sektor swasta, tetapi juga perusahaan milik negara dan lembaga pemerintah,” katanya saat meluncurkan laporan Harnessing the Power of (Gen)AI in Indonesian Financial Services, Rabu (14/8).
Pandu mengungkapkan, implementasi GenAI di sektor keuangan yang efektif, memerlukan pusat data yang berkelanjutan yang didukung oleh energi terbarukan, undang-undang privasi yang ketat, dan kemitraan publik-swasta yang kuat.
Oleh sebab itu, pada pemerintahan mendatang membutuhkan panduan strategis, terutama di sektor swasta dan publik, dengan penekanan keamanan siber untuk melindungi aset data nasional.
“Dengan pemerintahan yang akan datang berencana membangun Kedaulatan Digital (Sovereign AI), ada dorongan untuk memperbaiki kerangka regulasi dan mempercepat investasi dalam infrastruktur lokal untuk pengembangan GenAI. Ini memicu diskusi penting tentang peningkatan infrastruktur energi Indonesia dengan energi terbarukan dan pembiayaan berkelanjutan,” kata Pandu.
Urgensi kajian mendalam
Pandu mengungkapkan, AC Ventures bekerja sama dengan Boston Consulting Group (BCG), unit desain serta teknologi BCG X, termasuk Kadin Indonesia, dalam menyusun sebuah laporan komprehensif tentang mengenai adopsi dan dampak AI serta GenAI di sektor layanan keuangan Indonesia.
Inti dari laporan yang bertajuk Harnessing the Power of (Gen)AI in Indonesian Financial Services ini memuat kerangka kerja strategis multilateral ‘Deploy, Reshape, Invent’ yang membimbing institusi keuangan Indonesia tentang cara mengintegrasikan GenAI secara efektif, untuk memaksimalkan manfaatnya.
Dari ketiga pilar ini, responden survei yang terdiri dari 41 pemimpin bisnis institusi keuangan–termasuk lima startup fintech di Indonesia–memprioritaskan deploying dan inventing dibanding dengan reshaping proses internal.
Sebanyak 51 persen responden fokus pada penerapan GenAI untuk tugas sehari-hari, dan 27 persen melihat peluang besar dalam menciptakan produk dan layanan baru yang didukung oleh GenAI.
Tantangan
Meskipun antusiasme terhadap kemampuan GenAI tinggi, banyak institusi keuangan Indonesia masih berada di tahap awal penerapan. Perluasan penggunaan GenAI untuk memberikan nilai bisnis yang substansial masih menjadi tantangan, bersamaan dengan 41 persen responden yang sedang menjalankan proyek percontohan GenAI dan uji coba konsep.
Hanya 37 persen yang merasa memiliki bakat yang diperlukan, sementara upskilling karyawan untuk menggunakan atau berinteraksi dengan alat AI masih jadi salah satu dari tiga prioritas dasar terendah yang disebutkan sebelumnya. Selain itu, 29 persen responden yang merasa yakin dengan model operasional mereka untuk kesiapan GenAI.
Potensi jelas
Managing Director and Partner di BCG X, Andy Lees, mengatakan bahwa potensi GenAI di sektor keuangan Indonesia sangat jelas. “Teknologi ini dapat memperluas akses keuangan, meningkatkan pengalaman pelanggan, dan memfasilitasi perluasan layanan yang cepat, di antara kemungkinan lainnya,” katanya.
Temuan dari kajian ini menunjukkan bahwa teknologi ini telah diadopsi dengan cepat oleh baik institusi keuangan besar maupun perusahaan fintech. Namun, banyak inisiatif masih berupa proyek percontohan yang dipimpin oleh teknologi dan belum berhasil menghasilkan nilai bisnis nyata dalam skala besar.
Institusi keuangan akan mendapatkan manfaat dari kerangka kerja strategis untuk integrasi yang mencakup segala hal mulai dari implementasi teknis dan tata kelola hingga operasi dan pengembangan bakat.
"Hal ini memungkinkan hasil dapat diukur dengan jelas, memastikan bahwa inisiatif AI terus selaras dengan tujuan bisnis. Ini akan sangat penting untuk mencapai transformasi yang berkelanjutan dan dampak bisnis yang nyata,” ujar Lees.