Jakarta, FORTUNE – Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, memaparkan empat tren penting yang sedang terjadi pada evolusi sistem pembayaran digital di Indonesia.
Tren pertama, perihal wacana mata uang digital bank sentral (Central Bank Digital Currency/CBDC).
“Awalnya, memang ini merupakan ide yang agak aneh karena ini akan mempengaruhi dan mengganggu sistem pembayaran, khususnya di Indonesia,” ujarnya dalam diskusi virtual bertema ‘Next Big Thing in Retail and Digital Payment’, Rabu (10/8).
Meskipun awalnya hanya wacana, Bhima berpendapat, mata uang digital akan dianggap sah sebagai alat pembayaran, seperti halnya uang kertas dan uang koin. Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) pun yang sedang dikebut oleh pemerintah dan para wakil rakyat dan berpotensi menjadi bisnis baru yang besar.
Kendati demikian, mata uang digital masih memiliki tantangan besar ke depan terkait kebutuhan cloud maupun pusat data yang sangat besar untuk menampung pemakaian data pengguna layanan.
“Permasalahannya, sudah siapkan para pemain di sektor ini untuk segera beradaptasi dengan CBDC?” ujarnya.
QRIS Crossborder Payment
Tren kedua, Cross Border Payment (CBP) yang nantinya akan diterapkan melalui penggunaan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS).
Menurutnya, dengan menggunakan CBP, proses jual beli produk pun dapat dilakukan lintas negara. “Jadi, bukan hanya penjual dari Malaysia yang bisa menggunakan single currency. Traveller seperti kita juga akan bisa dengan mudah membeli apapun produk e-commerce, juga membeli produk toko, di dalam kawasan Asia Tenggara dengan mata uang tunggal,” ujar Bhima.
CBP cukup efisien dan memiliki nilai total remitansi yang cukup bersaing, bahkan pada saat sebelum pandemi di angka US$11,4 miliar. “Jadi sistem QR crossborder bukanlah hanya meningkatkan transaksi e-commerce dalam area ASEAN, tapi juga akan meningkatkan transaksi remitansi. Jadi, ini akan mengubah juga sistem pembayaran di kawasan,” ujarnya.
Tren buy now pay later (BNPL)
Bhima menilai, buy now pay later (BNPL) bukan hanya dalam fungsi finansial, consumer credit or consumer financing, membeli barang hanya di e-commerce, tetapi juga perluasan metode pembayaran.
“Mungkin akan berubah di 2-3 tahun ke depan BNPL akan menjadi nomer satu dari sistem pembayaran,” katanya.
Meski ada sejumlah tantangan–seperti kenaikan inflasi, interest rate–namun BNPL nyatanya masih sangat disukai dan nyaman digunakan oleh para konsumen. “Saya pikir banyak dari superapps saat ini akan mengembangkan metode BNPL ini bukan hanya di e-commerce atau toko digital, tapi juga dalam toko-toko offline juga.
Teknologi pemindai suara
Tren keempat, penggunaan teknologi serupa pemindai suara sebagai tanda pengenal dalam mengakses layanan perbankan digital. “Jadi bayangkan kita bisa membeli sesuatu di Tokopedia, atau bayangkan kita bisa membuka akun bank baru menggunakan bukan hanya pajak tapi pemindai suara,” katanya.
Meski ide penggunaan teknologi ini sederhana, tapi memungkinkan menjadi sebuah sitem pembayaran yang baru. Jadi, hanya dengan suara saja, bank akan menganggapnya sebagai metode pembayaran yang sah untuk bisa mengirim ke akun lainnya.