Jakarta, FORTUNE – Teknologi data center yang semakin maju dan dibutuhkan berbagai sektor bisnis, seiring digitalisasi yang kian pesat, ternyata adalah salah satu penyumbang emisi karbon dunia yang berisiko tinggi.
Berdasarkan data Climatiq Analysis, The Shift Project, maupun Our World in Data, data center adalah bagian industri dunia yang menyumbang 2,5-3,7 persen dari emisi karbon dunia, bahkan lebih parah dari industri penerbangan yang berkontribusi sebesar 2,4 persen.
Sales Director Gigabyte, Andy Neo, mengatakan bahwa jumlah pengguna data center akan menjadi kebutuhan penting, sehingga penggunanya akan terus meningkat. Hal ini menyebabkan risiko emisi karbon yang terwujud pun akan makin besar.
“Kebutuhan daya akan CPU (Central Processing Unit) meningkat dari 50 watt, saat ini 400 watt. Dan GPU (Graphic Processing Unit) dari 200 watt hingga saat ini 700 watt. Bahkan, di masa mendatang, mungkin mencapai sekitar 1.000 watt. Jadi, ini sebenarnya sesuatu yang menghabiskan banyak daya,” ujar Andy dalam keterangan resmi yang diterima Fortune Indonesia, Rabu (8/11).
Oleh sebab itu, dunia saat membutuhkan sebuah terobosan produk data center yang ramah lingkungan. Guna menekan penggunaan energi yang berlebihan pada data center, pengurangan emisi global, hingga meningkatkan pendinginan data center, perlu adanya inovasi, misalnya seperti Immersion Cooling.
Efisiensi pendinginan
Salah satu teknologi yang saat ini tengah berkembang di industri data center adalah Immersion Cooling, yakni mesin pendingin data center yang dirancang untuk menurunkan suhu komponen elektronik di dalam data center, melalui perendaman komponen ke dalam cairan non konduktif seperti minyak.
Andy menjelaskan bahwa Immersion Cooling dapat secara signifikan meningkatkan efisiensi pendinginan, mengurangi penggunaan energi pendinginan data center, dan ramah lingkungan karena sesuai dengan standar emisi nol bersih global. “Ketika satu pusat data mulai melakukan apa yang disebut solusi imersi, sebenarnya mereka mengurangi emisi karbon. Mereka sebenarnya menyelamatkan lingkungan,” ujarnya.
Menurut Andy, tangki pendinginan imersi dilengkapi dengan sensor internal untuk memonitor suhu cairan di sekitar server secara aktif, sehingga menjamin efisiensi pendinginan yang optimal. Tangki-tangki ini dapat mengurangi konsumsi energi data center lebih dari 30 persen dan mencapai efisiensi penggunaan energi (PUE) di bawah 1,1, di bawah PUE pendingin biasa di angka 2.0.
Selain itu, Immersion Cooling hanya menghabiskan IT Power sebesar 2.591 kilowatt, sementara pendingin biasa bisa mencapai 3.005 kw. Untuk non-IT Power, Immersion Cooling hanya menghabiskan 513 kw, jauh di bawah pendingin biasa yang bisa menghabiskan 3.005 kw.
Kerja sama semua pihak
Sebagai salah satu perusahaan yang mengembangkan teknologi data center ramah lingkungan, Gigabyte mendukung bisnis komputasi berkelanjutan dan perjalanan menuju emisi nol bersih melalui Immersion Cooling, termasuk di Indonesia. “Semua orang di seluruh dunia mempunyai tanggung jawab untuk mengurangi karbon,” kata Andy.
Gigabyte pun bekerja sama dengan berbagai nama besar di dunia industri, seperti Toshiba, Shell, maupun Wahana Piranti Teknologi, yang jadi distributor di Indonesia.
Gigabyte menyediakan Immersion tank and server, piranti hardisk didukung oleh Toshiba, sementara Immersion Cooling Fluid yang terbuat dari gas alam dengan teknologi gas-to-liquid (GTL) merupakan bagian dari Shell.
Data center ramah lingkungan di Indonesia
Di Indonesia, penggunaan data center sudah pasti akan terus berkembang, sementara Indonesia sendiri saat ini berada di urutan ke-6 sebagai penyumbang emisi global terbesar di dunia, setelah Cina, Amerika Serikat, India, Rusia, dan Jepang (data World Resource Institute/WRI).
Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Afriansyah Noor, mengatakan bahwa pihaknya bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) baru saja merilis Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bidang Pengelolaan Pusat Data, untuk mewujudkan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang kompeten di bidang data center ramah lingkungan.
“Ke depannya dalam mendukung pengurangan emisi karbon, akan disiapkan SKKNI terkait pusat data hijau, baik untuk desain, maupun operasional,” kata Afriansyah.
Berawal dari sejumlah regulasi, seperti Undang-Undang (UU) Nomor 16/2016 tentang Pengesahan Paris Agreement, PP 16/2021 tentang Bangunan Gedung, Perpres 96/2014 tentang Rencana Pita Lebar Indonesia, dan Perpres 95/2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik, Pemerintah Indonesia pun akan melanjutkannya dengan pembuatan Standarisasi Pusat Data Nasional (data center) yang ramah lingkungan.