Jakarta, FORTUNE – Sistem Teknologi cadangan seharusnya menjadi solusi untuk menghindari terjadinya ‘System Down’seperti yang dialami Microsoft, akibat pembaruan sensor Falcon pada perangkat lunak CrowdStrike beberapa hari lalu.
Pengamat teknologi dan Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi, mengatakan bahwa sejak awal seharusnya potensi system down bisa dimitigasi. “Bisa menggunakan back up teknologi, back up software, atau ya kemudian terpaksa manual,” ujarnya kepada Fortune Indonesia, Senin (22/7). “Yang utama adalah bahwa kita sejak awal sudah harus mengenali potensi tersebut dan memiliki solusi untuk memitigasi.”
System down, memang bisa terjadi pada semua infrastruktur teknologi, sehingga perlu disiapkan langkah mitigasi sebelum sistem tersebut digunakan. Dengan mempersiapkan sistem lain di luar yang digunakan–seperti Windows–adalah langkah terbaik yang bisa dilakukan oleh pemerintah di masa depan. “Sehingga, ketika Windows sistemnya down, operasi lainnya tetap aktif,” katanya.
Kesiapan SDM
Hal terpenting yang perlu diperhatikan dalam mempersiapkan sistem cadangan adalah pengetahuan pada sumber daya manusia (SDM), tentang kompatibilitas dan cara maintenance sistem tersebut, mengingat setiap sistem memang punya cara kerja berbeda.
Hal ini termasuk pengetahuan dan ketentuan saat terpaksa menggunakan sistem manual pada kondisi darurat. “Perlu ada latihan untuk menghadapi situasi system down, bukan hanya latihan kebakaran atau gempa saja,” ujarnya.
Baik pemerintah, perusahaan, dan seluruh SDM terkait, ujar Heru, perlu mengetahui juga bahwa system down juga bisa terjadi karena ulah para peretas. Pengetahuan ini penting, walaupun kejadian system down beberapa waktu lalu bukan terjadi karena peretasan.
Teknologi canggih
Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, sebelumnya meminta seluruh maskapai penerbangan menggunakan teknologi canggih untuk mengantisipasi situasi system down Windows dan mengganggu operasional penerbangan perusahaan maskapai berbiaya rendah, seperti Citilink dan AirAsia.
Dengan kompleksitas sistem digital yang berkembang saat ini, perusahaan jangan sampai hanya mengandalkan satu sistem saja dalam layanan operasional. "Jadi (harus) ada back up-nya,” kata Budi seperti dikutip Antaranews, Minggu (21/7).
Budi juga sempat memastikan bahwa gangguan yang dialami Citilink dan AirAsia tidak terlalu masif. Dampak yang terjadi bisa diatasi dengan relatif cepat dan operasional pun bisa kembali beroperasi secara normal.
Gangguan masif
Microsoft memperkirakan sebanyak 8,5 juta perangkat atau sekitar kurang dari 1 persen total perangkat Windows di seluruh dunia, terdampak gangguan IT global belum lama ini karena pembaruan perangkat lunak perusahaan keamanan siber yang berbasis di Amerika Serikat, CrowdStrike. Perangkat lunak perusahaan ini banyak digunakan oleh perusahaan untuk mengelola keamanan pada perangkat dan server Windows.
Wakil Presiden Keamanan Perusahaan dan OS Microsoft, David Weston, mengungkapkan jumlah sistem terdampak ini di blog perusahaan. "Meskipun persentase (perangkat yang terdampak) kecil, dampak ekonomi dan sosial yang luas mencerminkan perusahaan yang menggunakan CrowdStrike menjalankan banyak layanan penting,” katanya (19/7).
Langkah pemulihan pun segera diambil perusahaan, dengan bekerja sama dengan banyak pihak, seperti CrowdStrike, Amazon Web Services, dan Google Cloud Platform. Salah satu dampak yang disebabkan gangguan ini adalah kemunculan ‘layar biru kematian’ pada komputer dengan sistem operasi Windows.
Salah satu gangguan terbesar selama beberapa tahun terakhir ini, telah memengaruhi perusahaan di berbagai sektor, mulai dari bank, jaringan makanan, rumah pialang, organisasi berita, jaringan kereta api, sampai maskapai penerbangan.